SuaraBojonegoro- Implementasi kurikulum 2013 serentak dilaksanakan di semua sekolah, baik di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) maupun madrasah di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) pada bulan Juli tahun ini. Pro kontra yang mengiringi keputusan diberlakukannnya kurikulum 2013 tidak menghalangi pemerintah untuk memberlakukan kurikulum 2013 sebagai panduan pendidikan di Indonesia saat ini. Berbagai persiapan telah dilaksanakan pemerintah (Kemdikbud), mulai dari tahap sosialisasi sampai tahap pelaksanaan. Sejak tahun lalu, Kemdikbud telah melakukan pelatihan kepada para guru, baik sebagai Instruktur Nasional maupun guru sasaran. Beberapa sekolah juga sudah ditunjuk untuk melaksanakan kurikulum 2013, mulai dari SD, SMP sampai SMA/SMK. Buku guru dan buku siswa juga disediakan pemerintah, dengan harapan guru dapat mengoptimalkan proses pembelajaran di sekolah.
Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum 2013
Sampai akhir tahun pelajaran 2013-2014 ini, masih banyak kendala ditemui terkait pelaksanaan kurikulum di sekolah. Diantaranya adalah masih tumpang tindihnya antara materi matematika wajib dengan matematika peminatan. Ada materi matematika peminatan yang diberikan di awal semester gasal tetapi materi dasarnya diberikan di matematika wajib pada awal semester genap. Belum adanya buku matematika peminatan yang disiapkan oleh pemerintah sebagaimana buku matematika wajib. Variasi soal-soal tantangan pada buku kurikulum 2013 berupa soal-soal level OSN (Olimpiade Sains Nasional) menjadi problem tersendiri bagi guru, karena penyelesaian soal-soal OSN membutuhkan kemampuan analisis tingkat tinggi yang belum tentu dimiliki oleh semua guru.
Selain itu, masih belum semua guru memahami tentang kurikulum 2013, terutama terkait dengan standar proses dan standar penilaian. Pada beberapa kasus, masih banyak ditemui kendala dalam pelaksanaan pendekatan saintifik di kelas. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasi dirasa cukup memberatkan guru dan memakan waktu. Banyak guru mengeluh bahwa sulit sekali membuat anak bertanya terkait materi atau masalah yang disampaikan guru. Akibatnya, pada saat tahap menanya, dan ternyata tidak ada siswa yang bertanya, dianggap semua siswa sudah paham dan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Padahal, ketika siswa tidak bertanya, ada tiga kemungkinan kondisi yang dialami siswa, yaitu siswa sudah paham, siswa tidak berani tanya, atau bahkan tidak tahu apa yang harus ditanyakan.
Pada tahap mencoba atau menalar dan mengasosiasi. Beberapa guru mengeluhkan bahwa tahap ini memakan waktu yang lama, karena siswa tidak terbiasa membaca dan memahami sendiri materi yang akan dipelajari. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) maupun belajar penemuan (Discovery Learning) menjadikan penghambat dalam menyelesaikan materi tepat waktu. Akibatnya, guru kembali menggunakan metode ceramah agar siswa cepat paham dan materi selesai tepat waktu. Belum lagi masalah penilaian autentik yang dirasa sangat merepotkan guru karena guru tidak hanya melakukan penilaian pengetahuan (kognitif) melalui tes tulis atau lisan, tetapi juga harus melakukan penilaian sikap dan penilaian ketrampilan sekaligus dalam satu paket penilaian.
Sebenarnya kalau mau dipahami secara jujur, permasalahan sebenarnya bukanlah terletak pada sulitnya menerapkan pendekatan saintifik maupun penilaian autentik pada saat pembelajaran. Akan tetapi lebih kepada belum berubahnya pola pikir (mindset) guru terkait dengan pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning) dan pembelajaran yang mengaktifkan siswa (Active Learning). Sekian lama guru maupun siswa terbiasa berada pada zona nyaman proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Guru lebih suka menggunakan metode ceramah karena dirasa sangat efektif untuk memahamkan siswa akan materi yang akan dipelajarinya dan materi bisa “dikondisikan” selesai tepat pada waktunya. Dalam metode ceramah, pembelajaran diawali dengan guru menjelaskan materi dan memberi contoh soal, kemudian siswa diberi latihan soal. Siswa pun lebih senang pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, karena siswa tinggal duduk, diam dan mendengarkan penjelasan guru. Mengerjakan latihan soal pun menjadi lebih mudah karena siswa tinggal melihat prosedur penyelesaian soal seperti yang dicontohkan guru. Akibatnya, jika siswa menemui soal yang tidak sama dengan yang dicontohkan guru, siswa enggan menyelesaikan soal tersebut dengan alasan belum dijelaskan oleh guru. Baik guru maupun siswa kurang menyadari bahwa pembelajaran dengan metode ceramah menjadi tidak bermakna karena siswa mudah melupakan materi yang telah didengarkan. Inilah sebenarnya tantangan terberat guru dalam melaksanakan kurikulum 2013, yaitu mengubah mindsetguru untuk siap dengan perubahan.
Kendala Pelaksanaan Kurikulum 2013
Pelatihan, workshop maupun bimtek yang diselenggarakan Kemdikbud ternyata belum menjangkau seluruh guru. Masih ada guru yang belum mengikuti sosialisasi maupun pelatihan kurikulum 2013. Ini menjadi kendala tersendiri dalam melaksanakan kurikulum 2013 secara serentak tahun ini. Guru merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum 2013. Kesiapan guru mutlak menjadi faktor utama kesuksesan pembelajaran. Jika guru tidak paham dengan standar proses dan standar penilaian kurikulum 2013, maka ujung-ujungnya guru akan kembali menggunakan pembelajaran dengan cara konvensional tradisional, yaitu guru sebagai pusat belajar (Teacher Centered Learning). Jika kondisi ini dibiarkan, sebaik apapun kurikulum dibuat, maka tidak akan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia karena pelaku pendidikan (guru) tidak mampu melaksanakannya dengan baik.
Kendala berikutnya adalah pengadaan buku guru dan buku siswa. Sampai saat ini, masih banyak sekolah yang belum mendapatkan buku guru maupun buku siswa dari pemerintah. Kondisi ini akan menghambat pelaksanaan pembelajaran, karena buku merupakan salah satu sumber belajar yang penting. Selain itu, pada buku guru edisi revisi, diberikan penjelasan tentang hal-hal yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pendekatan saintifik. Hal ini sangat membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Bisa dibayangkan bagaimana proses pembelajaran akan berlangsung efektif kalau gurunya belum memahami benar kurikulum 2013 dan tidak ada buku guru maupun buku siswa yang mendukung belajar siswa.
Standar penilaian kurikulum 2013 mengharuskan guru melakukan penilaian autentik, meliputi penilaian pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam satu paket sekaligus. Dalam prakteknya, guru harus membuat perencanaan penilaian dan perangkat penilaian, seperti menyusun jadwal penilaian, jenis penilaian, dan instrumen penilaian. Pada penilaian pengetahuan, soal tes harus bisa mengungkap kemampuan analisis siswa. Pada penilaian sikap, guru harus menyesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai pada setiap Kompetensi Dasar (KD). Sedangkan pada penilaian ketrampilan, guru harus menentukan aktifitas belajar atau tugas apa yang sesuai dengan KD yang ingin dicapai. Ini menjadi tantangan yang tidak mudah bagi guru. Apakah guru akan melakukan penilaian autentik dengan sebenar-benarnya? Terlepas dari semua kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan kurikulum 2013, kita patut mengapresiasi positif niat pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Semua komponen dunia pendidikan harus mendukung pelaksanaan kurikulum 2013. Sekolah harus memotivasi dan menfasilitasi guru untuk mengembangkan diri dan meningkatkan potensi diri. Guru harus aktif dalam berbagai kegiatan pelatihan, workshop, seminar maupun forum guru seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Melalui kegiatan MGMP diharapkan para guru dapat sharing ide tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran yang mengatifkan siswa, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Bagaimana pendapat anda?
Penulis : Hidayat Rahman (Kepala SMK Negeri Purwosari Bojonegoro)
Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum 2013
Sampai akhir tahun pelajaran 2013-2014 ini, masih banyak kendala ditemui terkait pelaksanaan kurikulum di sekolah. Diantaranya adalah masih tumpang tindihnya antara materi matematika wajib dengan matematika peminatan. Ada materi matematika peminatan yang diberikan di awal semester gasal tetapi materi dasarnya diberikan di matematika wajib pada awal semester genap. Belum adanya buku matematika peminatan yang disiapkan oleh pemerintah sebagaimana buku matematika wajib. Variasi soal-soal tantangan pada buku kurikulum 2013 berupa soal-soal level OSN (Olimpiade Sains Nasional) menjadi problem tersendiri bagi guru, karena penyelesaian soal-soal OSN membutuhkan kemampuan analisis tingkat tinggi yang belum tentu dimiliki oleh semua guru.
Selain itu, masih belum semua guru memahami tentang kurikulum 2013, terutama terkait dengan standar proses dan standar penilaian. Pada beberapa kasus, masih banyak ditemui kendala dalam pelaksanaan pendekatan saintifik di kelas. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasi dirasa cukup memberatkan guru dan memakan waktu. Banyak guru mengeluh bahwa sulit sekali membuat anak bertanya terkait materi atau masalah yang disampaikan guru. Akibatnya, pada saat tahap menanya, dan ternyata tidak ada siswa yang bertanya, dianggap semua siswa sudah paham dan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Padahal, ketika siswa tidak bertanya, ada tiga kemungkinan kondisi yang dialami siswa, yaitu siswa sudah paham, siswa tidak berani tanya, atau bahkan tidak tahu apa yang harus ditanyakan.
Pada tahap mencoba atau menalar dan mengasosiasi. Beberapa guru mengeluhkan bahwa tahap ini memakan waktu yang lama, karena siswa tidak terbiasa membaca dan memahami sendiri materi yang akan dipelajari. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) maupun belajar penemuan (Discovery Learning) menjadikan penghambat dalam menyelesaikan materi tepat waktu. Akibatnya, guru kembali menggunakan metode ceramah agar siswa cepat paham dan materi selesai tepat waktu. Belum lagi masalah penilaian autentik yang dirasa sangat merepotkan guru karena guru tidak hanya melakukan penilaian pengetahuan (kognitif) melalui tes tulis atau lisan, tetapi juga harus melakukan penilaian sikap dan penilaian ketrampilan sekaligus dalam satu paket penilaian.
Sebenarnya kalau mau dipahami secara jujur, permasalahan sebenarnya bukanlah terletak pada sulitnya menerapkan pendekatan saintifik maupun penilaian autentik pada saat pembelajaran. Akan tetapi lebih kepada belum berubahnya pola pikir (mindset) guru terkait dengan pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning) dan pembelajaran yang mengaktifkan siswa (Active Learning). Sekian lama guru maupun siswa terbiasa berada pada zona nyaman proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Guru lebih suka menggunakan metode ceramah karena dirasa sangat efektif untuk memahamkan siswa akan materi yang akan dipelajarinya dan materi bisa “dikondisikan” selesai tepat pada waktunya. Dalam metode ceramah, pembelajaran diawali dengan guru menjelaskan materi dan memberi contoh soal, kemudian siswa diberi latihan soal. Siswa pun lebih senang pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, karena siswa tinggal duduk, diam dan mendengarkan penjelasan guru. Mengerjakan latihan soal pun menjadi lebih mudah karena siswa tinggal melihat prosedur penyelesaian soal seperti yang dicontohkan guru. Akibatnya, jika siswa menemui soal yang tidak sama dengan yang dicontohkan guru, siswa enggan menyelesaikan soal tersebut dengan alasan belum dijelaskan oleh guru. Baik guru maupun siswa kurang menyadari bahwa pembelajaran dengan metode ceramah menjadi tidak bermakna karena siswa mudah melupakan materi yang telah didengarkan. Inilah sebenarnya tantangan terberat guru dalam melaksanakan kurikulum 2013, yaitu mengubah mindsetguru untuk siap dengan perubahan.
Kendala Pelaksanaan Kurikulum 2013
Pelatihan, workshop maupun bimtek yang diselenggarakan Kemdikbud ternyata belum menjangkau seluruh guru. Masih ada guru yang belum mengikuti sosialisasi maupun pelatihan kurikulum 2013. Ini menjadi kendala tersendiri dalam melaksanakan kurikulum 2013 secara serentak tahun ini. Guru merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum 2013. Kesiapan guru mutlak menjadi faktor utama kesuksesan pembelajaran. Jika guru tidak paham dengan standar proses dan standar penilaian kurikulum 2013, maka ujung-ujungnya guru akan kembali menggunakan pembelajaran dengan cara konvensional tradisional, yaitu guru sebagai pusat belajar (Teacher Centered Learning). Jika kondisi ini dibiarkan, sebaik apapun kurikulum dibuat, maka tidak akan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia karena pelaku pendidikan (guru) tidak mampu melaksanakannya dengan baik.
Kendala berikutnya adalah pengadaan buku guru dan buku siswa. Sampai saat ini, masih banyak sekolah yang belum mendapatkan buku guru maupun buku siswa dari pemerintah. Kondisi ini akan menghambat pelaksanaan pembelajaran, karena buku merupakan salah satu sumber belajar yang penting. Selain itu, pada buku guru edisi revisi, diberikan penjelasan tentang hal-hal yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pendekatan saintifik. Hal ini sangat membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Bisa dibayangkan bagaimana proses pembelajaran akan berlangsung efektif kalau gurunya belum memahami benar kurikulum 2013 dan tidak ada buku guru maupun buku siswa yang mendukung belajar siswa.
Standar penilaian kurikulum 2013 mengharuskan guru melakukan penilaian autentik, meliputi penilaian pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam satu paket sekaligus. Dalam prakteknya, guru harus membuat perencanaan penilaian dan perangkat penilaian, seperti menyusun jadwal penilaian, jenis penilaian, dan instrumen penilaian. Pada penilaian pengetahuan, soal tes harus bisa mengungkap kemampuan analisis siswa. Pada penilaian sikap, guru harus menyesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai pada setiap Kompetensi Dasar (KD). Sedangkan pada penilaian ketrampilan, guru harus menentukan aktifitas belajar atau tugas apa yang sesuai dengan KD yang ingin dicapai. Ini menjadi tantangan yang tidak mudah bagi guru. Apakah guru akan melakukan penilaian autentik dengan sebenar-benarnya? Terlepas dari semua kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan kurikulum 2013, kita patut mengapresiasi positif niat pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Semua komponen dunia pendidikan harus mendukung pelaksanaan kurikulum 2013. Sekolah harus memotivasi dan menfasilitasi guru untuk mengembangkan diri dan meningkatkan potensi diri. Guru harus aktif dalam berbagai kegiatan pelatihan, workshop, seminar maupun forum guru seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Melalui kegiatan MGMP diharapkan para guru dapat sharing ide tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran yang mengatifkan siswa, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Bagaimana pendapat anda?
Penulis : Hidayat Rahman (Kepala SMK Negeri Purwosari Bojonegoro)