27 September 2014

Cinta Tak Harus Memiliki

    Sabtu, September 27, 2014  

Oleh : Ahmad Zayyinul Khasan

Pagi yang cerah, terasa indah, dan suasana sangat meriah karena hari ini adalah hari keresmian berseragam putih abu – abu. Kulihat disekelilingku masih asing, tiada satupun kukenal kecuali teman satu pondok Namanya Rudi. Selang beberapa menit, terdengar perintah agar semua siswa – siswi kelas satu berkumpul dilapangan. Bergegas dari tempat parkir aku dan teman sepondokku yang dari tadi musyawaroh melangkah menuju lapangan.

Keceriaan, keramaian, kegembiraan, masih tersirat disana sini. Saat kutengok barisan regu putri yang terletak tak jauh dari barisan regu putra,kulihat seorang cewek bernama regu singa yang ber-rok (berbawahan)ala masa kini. Sedikit menarik perhatianku. Kutatap sebentar demi sebentar, meskipun tampang dan penampilan tak lebih dari standar, kedua mataku tak bosan-bosannya memandangnya dari kejauhan. Kusenggol teman sepondokku yang berada disampingku bernama amir sambil
mengucap kepadanya,”men, cewek men (sambil memandang kearah cewek tadi), mantep gak? “Ooh, mmm....lumayan.......mateng,ya mateng.” Ujar rudi memberi tanggapan singkat.

Dari awal hingga akhir acara Masa Orientasi Siswa (MOS) hingga kusibukkan dengan memandang cewek tadi (curi pandang). Setelah itu aku merasa ada sesuatu dari awal pertama menjumpai cewek tadi. Kutimbun rasa demi rasa, ternyata sang peri asmara menancapkan panah asmaranya kelubuk hatiku.”aku terkena benih cinta dari pandangan pertama.” Hari berganti hari, kucoba meraih cinta denga menggali jati
dirinya.

Usahaku tak sia-sia,melalui mulut ke mulut ku tahu siapa dia, Namanya singkat tapi padat, Ayu Taa (Tri Alfi 'Ayun), anak Bojonegoro dan mondok dipondoknya Mbah To.

Setalah kutahu Ayu kutulis selembar surat untuknya yang berdiskripsikan kekaguman.
Melalui teman sepondokku yang sekelas dengan temannya kuberikan surat itu. Tapi, hingga hari berganti minggu, mingu berganti bulan, tak ada jawaban. Sungguh malang nasibku, aku merasa diacuhkan.

Biarpun diacuhkan, aku akan selalu mencintainya. Waktu terlalu cepat bergulir, tak terasa lebih setengah tahun kujalani masa Aliyah. Tiba-tiba kuingat Kamal, temanku yang berjabat OSIS. Kusuruh dia ucapkan salam dariku untuk Ayu yang juga anak OSIS.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku mendapatkan jawaban yang kunanti-nantikan. Dia juga mengagumi dan mencintaiku. Hari berikutnya dua hati berhasil disatukan, kita jadian. Kemudian kita mulai mencoba tuk saling mengerti.

Hari – hari setelah masa jadian, terasa bahagia. Meskipun model pacaran kita amat bersahaja ( paling kalau ketemu senyum ). Tetapi tak pernah kusangka justru bahagia itu merambat menyambut kegelisahan.

Kupikir, aku ini santri, tak pantas seperti ini, ingin ku akhiri rasa tak tegapun menyertai, tiap kuingat itu , aku juga teringat pelajaran pondok tak pernah masuk gara – gara efek terus memikirkan Ayu.

Ku bergumam, sementara seperti ini dulu, apa adanya biarlah bergema
aku tak sanggup mengelakkan asmara. Sekian lama kisah cintaku dengan Ayu, terjarang bahagia.

Keresahan dan kesenduhan semakin membayangi yang paling terkenal dan kuingat , hubunganku dengan Ayu teradu pada pak kyai. Tak bisa kugambarkan apa dan bagaimana murkanya pak kyai.

Setelah peristiwa itu aku menyesal dan sadar, bercinta dalam naungan pondok pesantren takkan berbuah kebahagiaan hakiki. Demi cita – cita, dengan sangat terpaksa kuputuskan hubungan kita berdua.”Ma’afkan aku ayu, bukannya aku tak cinta, tapi demi masa depan kita,”begitulah kata – kata terakhir yang aku ucapkan pada sang kekasih pujaan hatiku.

Setelah itu meskipun bimbang, sesal, aman dan rindu teraduk jadi satu, kucoba tetap cerahkan suasana. Karena ini semua hanya ujian bagi santri sepertiku. Ayu meskipun kau tak kumiliki aku tetap mencintaimu, untuk selamanya.

*Penulis Adalah Ketua Umum Forum Komunikasi Rayon (FKR) PMII Se-Bojonegoro

© 2018 SeputarBojonegoro.comDesigned by Bloggertheme9