29 September 2014

Disfungsi Peran DPR Sebagai Wakil Rakyat

    Senin, September 29, 2014  

Oleh : Ahmad Syahid

Perlu ditegaskan bahwasanya secara umum anggota (Dewan Perwakilan Rakyat) DPR baik di tingkatan daerah maupun pusat memiliki 3 fungsi dasar yang harus dipenuhi, yaitu : 1) Fungsi Legislasi (pembuatan kebijakan) yang diwujudkan dalam membuat atau menyusun peraturan atau Undang-undang. 2) Fungsi Budgeting (Anggaran) yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD/APBN bersama pemerintah daerah/pusat. 3) Fungsi Kontroling (Pengawasan) yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah maupun pusat.

Dari ketiga fungsi dasar tersebut kita sebagai publik harus peka dan berani untuk mengingatkan bahwasanya mereka adalah pelayan rakyat. Karena kita sebagai publik juga memiliki hak untuk mengingatkan dan mengawasi roda kepemerintahan yang berlangsung. Agar mereka tidak keluar dari koridor ketentuan fungsi dan tugasnya sebagai wakil rakyat. Jadi mereka tidak boleh semena-mena menggunakan haknya dalam membuat legislasi hukum atau perundang-undangan apalagi bermain politik pada anggaran uang daerah/negara yang secara filosofi anggaran, uang negara hanyalah diperuntukkan untuk rakyat.

Dekat-dekat ini publik digegerkan dengan berbagai UU maupun RUU yang pro-kontra. Hasil ijtihad para wakil rakyat yang diamanahi sebagai legislator itupun menuai protes dari rakyat yang diwakilinya. UU dan RUU itupun dinilai mengandung banyak unsur kepentingan  kelompok semata didalamnya, yang secara sengaja ingin disahkan lewat jalur legislasi hukum. Mulai dari Undang-Undang  MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD 3), RUU Perkawinan Beda Agama, RUU Pilkada Langsung, RUU Rahasia Negara dan lain sebagainya yang secara efek kemanfaatan tidak berdampak positif untuk rakyat, bahkan menjadi ancaman demokrasi bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan, sehingga kebijakan tersebut belum bisa dikatakan pro poor.

Secara historis memang benar bahwasanya tugas dan fungsi DPR antara lain adalah legislasi yaitu membuat perundang-undangan sesuai diatas. Namun ada hal yang harus mendasari dalam pembuatan undang-undang hukum yakni harus pro poor. Sehingga hasilnya bisa dirasakan langsung oleh rakyat secara luas. Karena negara ini bersistem demokrasi, jadi segala keputusan tertinggi terletak pada rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyatlah seharusnya seluruh komponen perundang-undangan baru itu dibuat. Karena mereka para anggota DPR adalah wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat juga.

Secara esensi bangsa kita harus benar-benar mampu memaknai Pancasila sebagai asas tunggal bangsa ini dan UUD 1945 sebagai pijakan hukum dalam berbangsa dan bernegara. Karena didalamnya ada mandat suci dari leluhur dan pejuang bangsa Indonesia yang menginginkan negara untuk “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

Oleh karena itu jangan sampai produk hukum yang baru menciderai nilai Pancasila dan UUD 1945 yang secara regulasi memiliki kekuatan yuridis hukum lebih tinggi. Perlu diingat bahwasanya Pancasila adalah representasi  dari semangat juang patriotisme dan nasionalisme yang digelorakan oleh pejuang bangsa ini untuk kehidupan rakyat Indonesia yang layak dan berkeadilan. Jadi jangan sampai produk yang baru memiliki implikasi dan tumpang tindih terhadap dasar negara kita.

Secara realita, kita tahu sendiri bahwasanya saat ini banyak pejabat dan wakil rakyat kita yang tersandung kasus korupsi. Mereka berlomba-lomba baik secara tunggal maupun jama’ah memanfaatkan jabatanya untuk menggarong uang rakyat untuk urusan perutnya sendiri. Sangat miris memang etika dan moralitas para pejabat dan wakil rakyat kita (elitte politik), mereka dipercayai untuk mewakili hak rakyat dalam menjalankan regulasi dan mekanisme mengelola kepemerintahan, namun mereka malah seakan menjadi benalu dalam negara ini. Anggaran dari rakyat yang untuk rakyat belum terserap secara progres untuk kepentingan rakyat.

 Jadi fungsi DPR secara esensi mengalami disfungsi keberadaanya dalam mewakili rakyat. Karena mereka sudah tidak berpijak terhadap kepentingan rakyat sebagai publik yang diwakilinya. Melainkan kepentingan politik dari parpol dan pribadinyalah yang menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakannya. Apalagi dalam UU Pilkada yang baru disahkan pada tanggal 26 Setember 2014 kemarin, seakan menjadi pelengkap sudah disfungsi DPR sebagai wadah yang aspiratif terhadap mayoritas rakyat Indonesia. Sampai hari ini tugas suci DPR ya  legislasi, budgeting dan controling. Tidak ada fungsi memilih kepala daerah dalam fungsi awal DPR di era reformasi ini.

Tanggungjawab Besar Bagi Anggota Dewan Baru

Menurut hasi survei dari beberapa lembaga survei menyebutkan bahwasanya kepercayaan publik terhadap pemerintah mengalami penurunan yang signifikan. Itu semua bermuara pada etika dan moralitas pejabat dan wakil rakyat tersebut yang ditunjukkan dalam mengemban amanat rakyat selama ini. Oleh karena itu pasca pemilu ini, banyak anggota dewan baru yang meramaikan bursa wakil rakyat untuk menunjukan kepada publik dan membuktikan janji-janji politiknya terhadap rakyat.

Tanggung jawab besar telah menantinya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Karena yang namanya birokrasi kepemerintahan harus ada komunikasi yang sejalan antara rakyat dan wakil rakyat. Koordinasi dan transparansi serta realisasi program yang bersinggungan langsung dengan rakyatlah yang menjadi alat dan modal utama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Karena DPR dan rakyat adalalah komponen negara dalam berdemokrasi.

*Penulis Adalah Aktivis PMII Bojonegoro

© 2018 SeputarBojonegoro.comDesigned by Bloggertheme9