04 Oktober 2014

BBM Sulit, Masihkah Pemerintah Bojonegoro Pro-Rakyat?!

    Sabtu, Oktober 04, 2014  

*Oleh Ahmad Zayyinul Khasan

Bumi Angling Dharmo dan Indonesia dari hilir ke hulu semakin memperihatinkan pasalnya kepentingan rakyat (Masyarakat) secara umum terciderai oleh kepentingan segelintir pejabat negara dan pengusaha kelas atas, yang tidak pernah merasakan susahnya menjadi masyarakat kecil.

Terbukti dengan adanya keputusan yang dikeluarkan oleh pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), PT. Pertamina dan pemilik SPBU di Bojonegoro.

Pemerintahan kabupaten Bojonegoro yang menghimbau agar semua pemilik SPBU tidak melayani penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) karena melanggar perpres yang ada.

Keputusan macam apa yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dengan seenaknya tanpa bermusyawarah dengan masyrakat umum serta pedagang kecil yang menjual bensin eceran di desa-desa, keputusan itu dinilai sepihak karena tidak ada uang namanya sosialisasi terkait dan pemecahan atas masalah yang terjadi akibat peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah secara mendadak.

Kita melihat realita banyak dari pada masyarakat pedesaan yang jauh dari SPBU tentunya tidak dapat menikmati dari pada subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang seharus nya untuk masyarakat kecil, namun akhirnya dinikmati oleh para pembawa mobil kelas-kelas canggih yang berkeliaran disekitaran SPBU di Bojonegoro.

Banyak pengusaha kecil ekonomi kerakyatan katanya, alias penjual bensin eceran dikebirikan oleh pengusaha kelas elit borjuis dan bersifat liberalitas dalam pemasaran atau pasar bebas (SPBU), yang kemungkinan itu hanya dapat didirikan oleh orang yang berduit dan bermodal banyak, akhirnya banyak dari pada pengusaha kecil premium eceran yang tidak mempunyai pekerjaan, dan nganggur dirumah, dan tidak mempunyai uang, terpaksa mencari penghasilan lain, dan itu tentunya susah, dan menimbulkan masalah yang baru bagi masyarakat secara umum, dan negara kita tercinta ini khususnya Bojonegoro.

Selain yang dipaparkan oleh penulis Dampak dari larangan membeli Bahan Bakar (BBM) dengan menggunakan Jerigen di Stasiun Pembelian Bahan Bakar Umum (SPBU) Juga membuat sejumlah petani di beberapa wilayah di Bojonegoro terancam merugi, pasalnya mereka tidak bisa mengairi sawah mereka, karena mesin penyedot air yang harusnya dengan menggunakan bahan bakar Solar dan Bensin akhirnya mandek, karena adanya larangan membeli BBM dengan jerigen, kalau sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan?!

Kita ketahui Saat musim kemarau seperti ini, kebanyakan petanimenggunakan mesin penyedot air yang menggunakan bahan bakar Bensin dan Solar, untuk mengairi sawah mereka, petani pun mulai mengeluh dan tak bisa berbuat apa apa karena dilarang membeli BBM dengan membawa jerigen, seperti yang sudah banyak terjadi.

Kalau sudah begitu pun akhirnya banyak tanaman yang kekeringan pasalnya karena kekurangan air pada saat kemarau, dan itu disebabkan oleh tidak berpihaknya pemerintah bojonegoro kepada masyarakat kecil terutama petani yang mau membeli BBM bersubsidi menggunakan jerigen, dan itu tidak boleh, akhirnya tanaman menjadi kering dan mati sebab alat untuk memindahkan air dari sungai menuju sawah dengan desel yang memerlukan BBM, dan penjualan BBM pun dipersulit.

Bukan hanya itu tentunya bagi kaum pelautpun yang akan melaut mencari ikan, disekitaran bengawan solo Bojonegoro,  juga menggunakan diesel yang bahan bakarnya juga kebanyakan BBM dan Solar itupun juga sulit, lagi-lagi rakyat masyarakat disekitaran bojonegoro  pun juga terkebirikan oleh kebijakan pemerintah yang tidak populis dan pro rakyat, apakah pemerintah tidak berpikir untuk kesinergian bersama, dalam menjalani hidup rukun, dalam tatanan berkepemerintahan dalam kabupaten sihingga pemerintah terus mempersulit masyarakat kecil sampai segitunya...!?

Kita lihat dalam Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33.

Disitu termaktub dan tertulis secara rapi bahwasannya

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Mana yang dilakukan oleh pemerintah Bojonegoro dan Indonesia yangberkaitan diatas,  tentunya menyimpang jauh dari UUD 1945 Pasal 33, rakyat seluruhnya belum sejahtera, dipersulit dalam perekonomian, dan tidak ada keseimbangan yang dilakukan dalam mewujudkan tulisan yang rapi diatas (keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional) masih banyak yang miskin dan tidak mendapatkan BBM bersubsidi yang kelihatannya dinikmati oleh para pemodal dan para borjuis yang berlimpah dengan uang.

Sila kelima pun dalam Pancasila mengatakan rasa adil itu jika ada pada pemerintah Bojonegoro umumnya indonesia, tentunya tidak akan mempersulit seseorang dalam memperbaiki dan menikmati ekonomi dalam era globalisasi dan demokrasi yang tercipta pada negara kita, untuk itu wujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BBM untuk Rakyat, dan ekonomi kerakyatan harus ditegakkan bangun ekonomi kecil rakyat  kita, dengan mendidik untuk berjualan bensin eceran, perketat pengawasan untuk Pengusaha Pemilik Modal Borjuis yang bangsat, dan rela berbuat apapun untuk memperkaya diri sendiri terutama menyogok kaum elit pemerintah untuk kepentingan perut semata mengalahkan kepentingan hajat rakyat masyarakat kecil Bojonegoro dalam bertatanan dan berkenegaraan.

*Penulis Adalah Ketua Departemen Biro Hubungan Dan Komunikasi
Pemerintah Dan Kebijakan Publik PC PMII Bojonegoro Masa Juang
2014-2015

© 2018 SeputarBojonegoro.comDesigned by Bloggertheme9