SuaraBojonegoro - Di dunia distribusi BBM Non Subsidi, memang yang berperan penting adalah broker atau dapat disebut semacam calo yang mengurusi segala keperluan
pabrik, terutama di Bojonegoro, berdirinya kilang milik Pertamina yang dioperatori oleh PT TWU (Tri Wahana Universal) di Desa Katur Kecamatan Kalitidu.
Para broker berkompetisi untuk menjual produksi BBM dari sana, yang dijual bukan yang BBM bersubsidi. Namun informasi sementara menjual BBM Non Subsidi. "Setiap perusahaan yang butuh BBM pasti selalu punya broker," terang Laskuri (50) warga didekat kilang, Selasa (8/4/15).
Broker itu terdiri dari perorangan, bahkan dari perusahaan bonafid. Salah satunya dari BUMD PT BBS milik Pemkab Bojonegoro. Dikonfirmasi tentang bisnis tersebut, Direktur PT BBS Dedy Affedick membenarkan, apabila dikategorikan tidak bergengsi biarlah orang yang mengatakan. Dia mengakui BUMD yang dipimpinnya menjualkan solar non subsidi ke sejumlah pabrik mitranya.
“Tapi ini berpeluang untuk pendapatan," katanya singkat.
BUMD, untuk perbulannya dapat meraup pendapatan sekitar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta, tergantung dari permintaan kebutuhan pabrik yang menjadi langganannya. BUMD
untuk memuluskan bisnisnya itu juga menggandeng perusahaan yang memiliki truck angkut.
Sistem kerja dari pantuan Memo, untuk mencukupi kebutuhan solar non subsidi, pemilik pabrik tinggal menghubungi broker. Sehingga order PT TWU selalu datang dari para broker. Hampir tidak ada pemilik pabrik yang butuh solar non subsidi melakukan kontak langsung dengan pihak kilang. Pendapatan para broker ini didapat dari selisih harga solar non subsidi yang dibanderol PT TWU dengan yang dibeli oleh pihak pabrik (pembeli:RED). Sehingga, tidak ada *fee* untuk makelar tersebut.
Keuntungan murni didapat dengan menjual lebih mahal. Para broker sudah punya langganan pangkalan solar non subsidi sendiri. (Ang)