08 Desember 2015

Pengalamanku Melestarikan Tari Tayub di Sekolah

    Selasa, Desember 08, 2015  

Tari Tayub merupakan tari khas daerah Bojonegoro. Tari ini keberadaannya sudah lama. Pada tahun 1800-an, tari ini sempat tenar. Namun saat ini, Tari Tayub di Bojonegoro kondisinya sangat memprihatinkan. Tari Tayub hampir punah.

Sedikit orang yang mengenal Tari Tayub. Bahkan sebagian besar masyarakat awam tak mengerti tentang Tari Tayub. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, Tari Tayub seharusnya bisa berkembang lebih maju dan baik. Tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Hal ini, dikarenakan berbagai faktor. Antara lain  masyarakat lebih menyukai dangdut, pop, rock, jazz, dan dance. Menurut mereka jenis musik tersebut lebih gaul dan modenya sesuai jaman sekarang.

Selain itu, minimnya regenerasi juga memicu matinya krestivitas Tari Tayub. Anak muda jaman sekarang jika disuruh menampilkan Tari Tayub, mereka malu dan gengsi. Mereka senang jika disuruh menampilkan dance. Dengan memakai pakaian yang agak nyetrit dan membuka aurat. Padahal, menurut agama hal tersebut tidak diperbolehkan.

Tentunya fenomena ini menjadikan pekerjaan rumah bagi pemerintah Bojonegoro untuk tetap melestarikan Tari Tayub. Pemerintah tidak boleh diam, membiarkan budaya tersebut berkembang luas.

Pemerintah harus bertindak agar Tari Tayub di Bojonegoro tidak mati ditelan bumi dan diklaim oleh bangsa asing. Sa’at ini, Tari Tayub hanya digemari masyarakat yang berusia 50 tahun ke atas.

Mereka menampilkan Tari Tayub kalau ada campursari di acara nikahan, sunatan, hari ulang tahun desa ataupun acara lain. Mereka berjoget ria mengikuti alunan nada sinden bernyanyi. Tak lupa selendang juga dibawa sebagai perlengkapan. Selendang digunakan untuk menari Bagi yang memiliki uang lebih, biasanya tidak lupa nyawer atau memberikan uang kepada sinden.

Uang saweran berupa uang kertas. Uangnya dimulai dari seribu, dua ribu, lima ribu, sepuluh ribu sampai seratus ribu. Biasanya Tari Tayub dimulai pada pukul 22.00 sampai menjelang shalat subuh. Berbagai cara yang dapat dilakukan demi lestarinya Tari Tayub.

Salah satunya ialah yang dilakukan di SMAN 1 Kalitidu. Sekolah ini termasuk sekolah pinggiran. Terletak di Desa Wotanngare, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro. Di sekolah ini, para siswanya diwajibkan menampilkan Tari Tayub di akhir semester.

Selain itu, sekolah ini juga memasukkan Tari Tayub dalam ujian praktek sekolah. Mereka dibuat kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 cowok dan 3 cewek. Aku termasuk di kelompok 5, bersama teman-temanku.

Mereka diantaranya : Try Waluyo, Sutari, Imam, Lugik, Ayu, Nur cahyati dan Novi. Kami berlatih dengan serius. Setiap minggu sekali, kami latihan. Tepatnya pada hari rabu sore sekitar pukul 15.00 WIB. Tempatnya yaitu di teras perpustakaan sekolah. Bagi yang cowok menari menggunakan kaos hitam, dan bawahan celana komprang berwarna hitam pula.

Sedangkan untuk cewek menari menggunakan kebaya. Bawahannya memakai jarit. Lagu pertama yang kami pilih dengan judul Cucak Rowo. Sedangkan lagu kedua dengan judul Alun-Alun Nganjuk. Kami menari dibimbing oleh guru kesenian. Beliau bernama Bapak Zaenal Bahrain dan Bapak Lakwi. Beliau membimbing kami dengan sabar dan penuh kasih sayang. Jam demi jam terlewati.

Pagi menjadi malam. Malam berubah menjadi pagi lagi. Dan begitu seterusnya siklus perputaran waktu. Hari demi hari berganti. Minggu demi minggu berlalu. Bulan demi bulan pergi begitu saja. Setelah berlatih selama 4 bulan. Akhirnya hari yang kami nanti datang.

“Anak-anak minggu depan ujian praktek Tari Tayub ya” kata Bapak Zaenal. Para murid pun menjawab dengan serentak “iya, pak”.

Tepatnya hari Rabu, ujian praktek Tari Tayub dimulai. Aku maju mengambil nomor undian. Rasa grogi dan gemetar mengarungi jiwa ini. Teman-teman mengambil nomor antrian berebutan. 

Mereka mengambilnya dengan cekatan demi memperoleh undian antrian yang belakang. Mereka merasa menyesal jika maju paling depan. Sementara aku masih santai dan melangkah pelan demi satu tujuan yaitu mengambil nomor undian. Tubuhku berdiri dengan tegap ketika mengambil nomor antrian.

Setelah membukanya, ternyata kelompoku memperoleh nomor antrian 3. Itu artinya kami tampil ke-3. Setelah nomor antrian 1 dan 2 kami harus maju,menampilkan Tari Tayub.

Nomor antrian pertama jatuh kepada kelompok 3. Anggotanya antara lain Idi, Anwar, Nurudin, Agung, Muhajir, Genduk, Elisa dan Rahayu. Sedangkan undian kedua jatuh kepada kelompok 4. Anggotanya antara lain Dedik, Hasan, Udik, Arif, Rohman, Heni, Halimatus dan Siti Familia. “Anak-anak kita mulai ya ujian praktek Tari Tayub,sudah siapkan kalian semua ? ,tanya Bapak Zaenal. Guru yang selalu tersenyum dan memotivasi para siswanya untuk selalu bersemangat menjalani kehidupan. “Insyaallah siap bapak”, jawab para siswa dengan suara lantang. “Maaf Pak, waktunya berapa menit ? , tanya seorang temanku berkaca mata. Namanya Subik. “Waktunya maksimal 15 menit, sesuai kesepakatan awal dahulu”, jawab Bapak Zaenal.

Beberapa saat kemudian, bapak Zaenal memanggil undian pertama yaitu kelompok 3. Mereka maju ke depan dan menampilkan Tari Tayub di hadapan para guru dan siswa.

Lagu pertama dari kelompok ini ialah Gundul-Gundul Pacul. Sedangkan Lagu keduanya ialah Lir-Ilir. Mereka tampil kompak dan tidak merasa demam panggung. Sekitar  sepuluh menit nomor undian pertama selesai.

Tepuk tangan dari para siswa dan guru semakin ramai . Selanjutnya nomor undian antrian kedua maju ke depan. Kelompok 4 maju dengan santai. Lagu pertama yang dipilih kelompok ini ialah Perahu Layar.

Sedangkan lagu keduanya ialah Gambang Suling. Mereka menari meliak-liuk dengan enak. Badan mereka lentur mengikuti suara nyanyian dari sound. Sama seperti nomor undian pertama, sekitar sepuluh menit kelompok ini selesai. Sorak-sorai suara tepuk tangan pun bergemuruh. Selanjutnya, Akhirnya kelompoku yaitu kelompok 5 maju juga setelah menunggu sekitar 20 menitan. Gerakan yang kami peragakan sama seperti yang kita lakukan ketika latihan. Kami menikmati sekali alunan Lagu Cucak Rowo dan Alun-Alun Nganjuk. Kami berbaris dengan rapi.

Lambaian tangan yang menggerakkan selendang terus bergerak indah mengikuti irama nada. Sekitar 12 menitan kelompoku selesai. Suara tepuk tangan pun datang. Setelah menari, kami menunggu dan melihat teman-teman lain yang belum tampil. Setelah satu jam, akhirnya ujian praktek Tari Tayub selesai.

Aku pun pulang ke rumah dengan gembira. Itulah pengalamanku yang berharga melestarikan Tari Tayub khas Bojonegoro. Semoga Tari Tayub bisa popular kembali sesuai harapan. Amiin Ya Rabb... 

Biodataku : Namaku Muhamad Lukman. Aku dilahirkan di Bojonegoro. Tanggal kelahiranku adalah 06 Juni 1993. Alamat rumahku di Desa Wotanngare Rt.20, Rw.06 Kecamatan kalitidu, kabupaten Bojonegoro. Nama ayahku Dimyati (almarhum). Sedangkan nama ibuku Milah.Alamat emailku  muhamad.lukman69@yahoo.com . Dan alamat FB ku adalah Lukman Charlie. Nomor hp-ku ialah 08983669619.
No.rekening Bank mandiri :1440-0139-9199-4

© 2018 SeputarBojonegoro.comDesigned by Bloggertheme9