Reporter : Sasmito Anggoro
suarabojonegoro.com - Di era yang modern dan serba berteknologi sekarang ini masih banyak masyarakat yang melupakan Tradisi turun temurun warisan jawa kuno.
Yaitu sebuah Tradisi yang dilakukan menjelang musim panen padi ini biasanya di laksanakan warga di tengah hamparan persawahan. Kalau masyarakat Bojonegoro biasa menyebutnya “Wiwit”,
Acara atau perlakuan yang dilakukan oleh petani itu bernama wiwit adalah bentuk tradisi rasa syukur petani ketika padi miliknya mulai menguning dan siap untuk di panen.
“Wiwit” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Mulai‟, jadi artinya memulai memotong padi sebelum panen diselenggarakan. Tradisi ini pada umumnya biasa di lakukan warga di tengah sawah.
Bentuk kegiatan wiwit adalah kenduri atau Bancak’an (makan bersama) dengan nasi uduk dan lauk ayam ingkung (Utuh), hal ini adalah bentuk rasa syukur kepada yang Maha Kuasa karena anugrah yang di berikan’Nya. Sekarang tradisi yang sangat baik ini memang hampir punah di wilayah perkotaan.
Namun tradisi”wiwit” ini terkadang masih bisa kita temui di wilayah pedesaan di Bojonegoro, dan dilakukan oleh orang yang masih menjaga tradisi tersebut dan rata rata adalah orang tua yang sudah lanjut usia.
Sadar, petani yang berasal dari desa Sambongrejo, Kecamatan Sumberrejo ini mengaku maksud dan tujuan kegiatan Wiwit tak lain adalah ucapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rezekinya kepada petani atas tercapainya musim panen padi kali ini.
"Walaupun saat ini memasuki Zaman Modern, tapi saya masih sering mengingat tradisi turun temurun yang telah di ajarkan oleh orang tua saya," tuturnya.
Dikatakan juga bahwa wiwit adalah bentuk berbagi ketika kita mendapatkan berkah dari Tuhan, Wiwit ini adalah bentuk rasa syukur petani kepada Tuhan dan Dewi Sri atau sosok yang dipercaya petani dulu hingga sekarang sebagai penjaga padi yang di tanam supaya tidak diserang hama, kemudian bumi yang telah memberi begitu banyak berkah kepada petani.
Akan tetapi menurut Sadar, tradisi wiwit mulai berkurang saat ini, jarang orang yang melakukan wiwit, kecuali orang orang tua yang maaih memagang tradisi ini dan mempercayai bahwa wiwit merupakan tradisi bentuk doa dan sukur terhadap tihan. (ang*)
Foto: diambil dari Medsos FB
suarabojonegoro.com - Di era yang modern dan serba berteknologi sekarang ini masih banyak masyarakat yang melupakan Tradisi turun temurun warisan jawa kuno.
Yaitu sebuah Tradisi yang dilakukan menjelang musim panen padi ini biasanya di laksanakan warga di tengah hamparan persawahan. Kalau masyarakat Bojonegoro biasa menyebutnya “Wiwit”,
Acara atau perlakuan yang dilakukan oleh petani itu bernama wiwit adalah bentuk tradisi rasa syukur petani ketika padi miliknya mulai menguning dan siap untuk di panen.
“Wiwit” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Mulai‟, jadi artinya memulai memotong padi sebelum panen diselenggarakan. Tradisi ini pada umumnya biasa di lakukan warga di tengah sawah.
Bentuk kegiatan wiwit adalah kenduri atau Bancak’an (makan bersama) dengan nasi uduk dan lauk ayam ingkung (Utuh), hal ini adalah bentuk rasa syukur kepada yang Maha Kuasa karena anugrah yang di berikan’Nya. Sekarang tradisi yang sangat baik ini memang hampir punah di wilayah perkotaan.
Namun tradisi”wiwit” ini terkadang masih bisa kita temui di wilayah pedesaan di Bojonegoro, dan dilakukan oleh orang yang masih menjaga tradisi tersebut dan rata rata adalah orang tua yang sudah lanjut usia.
Sadar, petani yang berasal dari desa Sambongrejo, Kecamatan Sumberrejo ini mengaku maksud dan tujuan kegiatan Wiwit tak lain adalah ucapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rezekinya kepada petani atas tercapainya musim panen padi kali ini.
"Walaupun saat ini memasuki Zaman Modern, tapi saya masih sering mengingat tradisi turun temurun yang telah di ajarkan oleh orang tua saya," tuturnya.
Dikatakan juga bahwa wiwit adalah bentuk berbagi ketika kita mendapatkan berkah dari Tuhan, Wiwit ini adalah bentuk rasa syukur petani kepada Tuhan dan Dewi Sri atau sosok yang dipercaya petani dulu hingga sekarang sebagai penjaga padi yang di tanam supaya tidak diserang hama, kemudian bumi yang telah memberi begitu banyak berkah kepada petani.
Akan tetapi menurut Sadar, tradisi wiwit mulai berkurang saat ini, jarang orang yang melakukan wiwit, kecuali orang orang tua yang maaih memagang tradisi ini dan mempercayai bahwa wiwit merupakan tradisi bentuk doa dan sukur terhadap tihan. (ang*)
Foto: diambil dari Medsos FB