Oleh: Khusnul Fiton
'Jomblo revolusioner' begitu judul bukunnya, merupakan buku pertama yang ditulis dan diterbitkan oleh penulis bernama Amrullah AM. Pria asal
tuban ini menceritakan banyak hal tentang masa hidupnya dalam buku yang ia beri judul ‘’Jomblo Revolusioner’’.
Dalam peluncurannya di pasaran buku ini menyita perhatian banyak kalangan muda terutama kalangan jomblo pastinnya, yang jumlahnya tidaklah sedikit. Dalam buku ini penulis yang juga seorang aktifis di masa perkuliahannya dan seorang jurnalis sampai dengan saat ini tidak hanya melulu menyinggung soal jomblo , melainkan penulis memasukan cerita-cerita di masa
perjuangannya menjadi mahasiswa di kota perantauan, kehidupannya menjadi seorang jurnalis dan juga kritik-kritik sosial mengenai kondisi masyarakat yang ia ceritakan dengan bahasa yang ringan yang mudah di cerna oleh kalangan muda yang jomblo pastinnya, ataupun yang sudah punya pasangan.
Dalam buku ini penulis membagi isi buku menjadi 3 bagian.
Bagian 1
Pada bagian pertama ini penulis menceritakan tentang seputar jomblo dan kehidupannya yang bahagia dan banyak ngenesnya, yang diberi nama catatan jomblo. Pada bagian 1 ini menceritakan tentang jomblo dalam berbagai judul cerita mini sebanyak 19 judul, pada bagian awal menjelaskan tentang fillosofi jomblo yang berasal dari bahasa
sunda yang berarti perempuan tua yang belum menikah, kemudian berkembang kata jomblo juga di sematkan kepada laki-laki yang identik dengan kesendirian dan tak kunjung menikah.
Kemudian dilanjutkan
dengan cerita orang- orang jomblo yang bisa di katakan sukses dalam dunia karir atau yang di sebut jomblo yang revolusioner yang kemudian
di jadikan judul buku ini oleh si penulis. Walaupun jomblo tapi tetap bisa sukses begitulah singkatnya. Sosok Tan malaka dan Soe hok gie menjadi idola dalam kesendiriannya, kemudian dalam buku ini penulis menceritakan tentang kisah teman-temannya yang jomblo namun tetap bisa sukses di dunia karir salah satunnya adalah srintil sosok perempuan kandidat doktor yang berusia 30 tahun namun belum juga menikah,
meskipun begitu dia jomblo dia tetap bisa berkarya dengan menulis dan menghasilkan banyak karya buku. Setidaknya meskipun jomblo srintil membuktikan bahwa dirinnya tetap produktif dalam berkarya menjomblo adalah peluang.
Dalam buku ini penulis mengatakan bahwa jomblo revolusioner juga bakal akan tetap menikah. Menjadi revolusioner itu tidak perlu muluk-muluk, setidaknya bisa merevolusi diri sendiri dengan menulis tentang sejarah hidupnya dan yang ada di sekitar
lingkungannya itu sudah cukup. Dalam judul cerita lainnya penulis menceritakan salah satu sosok inspiratif yang pernah dijumpai dalam hidupnya, dalam judul Tenda Perjuangan cerita yang di awali dengan perjalannya bersama 2 temannya yang sama-sama jomblo menuju rembang satu diantarannya berniat untuk menyelesaikan penelitian tesisnya tepatnya di pegunungan kendeng Desa Tegaldowo Rembang tempat dimana terjadi konflik antara perusahaan semen dan warga desa.
Di desa itulah tenda perjuangan didirikan atas keberanian Mbok Nah dan warga sekitar dalam menolak pendirian pabrik semen, tenda yang di bangun tepat di samping pintu masuk proyek pembangunan pabrik
semen tersebut di dirikan sejak tahun 2014 oleh mbok nah dan warga sekitar untuk menyuarakan penolakan mereka atas pembangunan pabrik semen tersebut, karena di wilayah tempat di dirikannya pabrik semen tersebut masyarakat mengantungkan hidupnya melalui sektor pertanian dan banyak dari mereka menyakini bahwa di bawah tanah tepat lokasi yang akan di bangun pabrik semen tersebut pusat sumber mata air pegunungan kendeng dan yang di khawatirkan warga dapat merusak sumber mata airnya.
Dalam bagian 1 ini penulis yang juga seorang aktifis pergerakan di masa ia menjadi mahasiswa, tak lupa mengisahkan tentang
pengalaman pertama kalinnya ia menjadi pemimpin demonstran. Dalam rangka memperingati hari anti korupsi se dunia tersebut penulis menceritakan tentang pengelaman pertamannya untuk berani menjadi orator, berbagai kronologi dan peristiwa yang terjadi waktudemo diceritakan dengan runtut dalam cerita yang di beri judul ‘’(bukan) sang demonstran’’. Ada hal yang menarik dan lucu dalam judul cerita ini bahwa penulis menceritakan hal yang mendorongnya untuk berani
berorasi di hadapan banyak orang adalah luapan emosi atas status kejombloannya yang baru ia sandang seminggu sebelum aksi demo ini.
Singkatnya dalam bagian 1 ini tidak hanya melulu menyingung prihal jomblo melainkan sisi-sisi sosial lainnya di sematkan, mbok nah dan para warga kendeng menjadi cerita inspiratif dalam melawan untuk memperjuangkan haknya dalam bagian 1 ini.
Bagian 2
Pada bagian 2 ini tidak lagi menjelaskan banyak tentang jomblo melainkan berisi kumpulan- kumpulan surat yang terlanjur ditulis oleh si penulis dan tak pernah sampai kepada siapa surat itu ditujukan. Ada 12 surat yang di tulis dalam buku ini yang kesemuanya ada di bagian 2.
Dalam menulis surat penulis mempunyai gaya tersendiri seperti mengawali surat dengan memanggil nama kepada siapa surat itu di tujukan. Ketika penulis menghadirkan suasana toleransi kepada pembaca, ia lewatkan melalui surat yang ia tujukan kepada sosok Rim.
Surat itu berisi cerita tentang toleransi antar agama di wilayah perumahan ketika pak puh sosok kristen yang meninggal dunia banyak warga muslim yang berdatangan untuk berbela sungkawa dan menganggap
pak puh seperti warga muslim lainnya ketika meninggal dunia, semua warga sekitar yang mayoritas beragama muslim ikut berduka dan melayat bahkan memandikan sang mayit seperti layaknya memandikan jenazah orang muslim dan masih banyak kejadian yang dapat membuat pembaca untuk lebih toleransi kepada siapapun dalam surat yang di sampaikan dengan gaya seperti obrolan ringan ini.
Tidak hanya pada teman temannya surat yang di tulis dalam buku ini ada juga surat yang di tujukan kepada Bapak Presiden Indonesia Joko Widodo. Surat itu di tulis sewaktu pak
presiden akan berkunjung ke Tuban Jawa Timur.
Dalam surat itu berisi tentang kondisi masyarakat lapis bawah yang sebenar-benarnya, dengan mengawali surat dengan kata ‘’pak jok.. ehh maaf pak presiden’’ dalam surat ini digambarkan dengan cukup lengkap tentang aktifis pemuda desa yang mengawal haknya sendiri yang justru malah dilaporkan ke pihak berwajib, kemudian petani yang kesusahan untuk mencari pupuk bagi tanaman-tanamannya sekaligus berkurangnya lahan pertanian di Tuban yang berganti
dengan pabrik-pabrik industri.
Penulis menyampaikan semuannya dengan gaya sindiran kepada pemerintah yang tetap enak dibaca, jika Pak Jokowi berkunjung ke Tuban hanya akan di ceritakan tentang hal-hal yang baik saja yang ada di Tuban, terkait kemajuan kota dan semua hal yang dapat menyenangkan hati Pak Presiden Jokowi, ketimbang mendengar keluh kesah masyarakat Tuban.
Semua keluh kesah masyarakat tuban dikemas dalam surat yang di sampaikan dengan bahasa yang khas oleh penulis.
***
Bagian 3
Dalam bagian 3 atau bagian akhir dalam buku ini berisi kumpulan essai si penulis buku, terdapat 6 essai yang beberapa diantarannya ditulis diwaktu menjadi mahasiswa, yang kemudian dimuat dalam buku ini. Salah satu essai menjelaskan tentang kondisi pendidikan bangsa ini yang berjudul ‘’kuliah untuk siapa’’ dalam essai ini mengambarkan kondisi pendidikan masyarakat lapis bawah, bahwa slogan orang miskin dilarang kuliah masih ada dikarenakan mahalnya biaya perkuliahan. Dan menganggap kuliah hanya bagi mereka yang mampu secara ekonomi. Beasiswa sebagai pemanis pendidikan belaka, karena nyatannya tetap orang golongan menengah atas yang menikmatinnya, persoalan ketimpangan seperti ini akan terus terjadi selama pemerintah tidak memihak masyarakat miskin.
Essai ini di tulis dengan mencantumkan dasar-dasar dan teori-teori pendidikan oleh para ahli. Dalam essai ini cukup jelas
yang di inginkan penulis dan masyarakat adalah pendidikan yang merata dan konsep yang tepat dalam memajukan bangsa melalui dunia pendidikan.
Dalam essai lainnya berisi tentang kondisi bangsa indonesia yang penulis beri judul ‘’biarkan mereka mati saja’’ di awali dengan lirik lagu darah juang kemudian berisi tentang maraknya korupsi dimana-mana, perekonomian yang anjlok yang di gambarkan dengan naiknya harga BBM, kemudian langkanya pupuk, dan nasib yang tak kunjung jelas bagi para buruh.
Essai ini di sertai dengan dasar dan teori-teori pastinnya, memang cukup berat untuk dibaca karena berbeda dengan judul-judul essai yang lain dalam bagian 3 ini.
***Secara singkat, buku ini variatif menurut saya, karena berisi tentang cerita-cerita
lucu dan inspiratif di bagian 1, kemudian surat-surat yang tetap asyik untuk di baca di bagian 2, dan kemudian di tutup dengan bacaan yang cukup berat di bagian 3 yang berisi essai si penulis yang dapat membuka mata terhadap kondisi sosial sekitar dan kondisi bangsa.
Buku ‘’Jomblo Revolusioner’’ ini membawa pembaca merasa dekat dengan si penulis melalui gaya ceritannya yang ringan, dan mengambarkan sisi lain dari si penulis itu sendiri, walaupun jomblo tapi nulis buku begitulah slogannya penulis yang juga seorang jurnalis ini. (ton/jw)
*)Judul buku: jomblo revolusioner Tahun terbit: 2016
karya/ penulis: Amrullah AM,
Penerbit: epistemic
Isbn: 978-602-69503-3-8
'Jomblo revolusioner' begitu judul bukunnya, merupakan buku pertama yang ditulis dan diterbitkan oleh penulis bernama Amrullah AM. Pria asal
tuban ini menceritakan banyak hal tentang masa hidupnya dalam buku yang ia beri judul ‘’Jomblo Revolusioner’’.
Dalam peluncurannya di pasaran buku ini menyita perhatian banyak kalangan muda terutama kalangan jomblo pastinnya, yang jumlahnya tidaklah sedikit. Dalam buku ini penulis yang juga seorang aktifis di masa perkuliahannya dan seorang jurnalis sampai dengan saat ini tidak hanya melulu menyinggung soal jomblo , melainkan penulis memasukan cerita-cerita di masa
perjuangannya menjadi mahasiswa di kota perantauan, kehidupannya menjadi seorang jurnalis dan juga kritik-kritik sosial mengenai kondisi masyarakat yang ia ceritakan dengan bahasa yang ringan yang mudah di cerna oleh kalangan muda yang jomblo pastinnya, ataupun yang sudah punya pasangan.
Dalam buku ini penulis membagi isi buku menjadi 3 bagian.
Bagian 1
Pada bagian pertama ini penulis menceritakan tentang seputar jomblo dan kehidupannya yang bahagia dan banyak ngenesnya, yang diberi nama catatan jomblo. Pada bagian 1 ini menceritakan tentang jomblo dalam berbagai judul cerita mini sebanyak 19 judul, pada bagian awal menjelaskan tentang fillosofi jomblo yang berasal dari bahasa
sunda yang berarti perempuan tua yang belum menikah, kemudian berkembang kata jomblo juga di sematkan kepada laki-laki yang identik dengan kesendirian dan tak kunjung menikah.
Kemudian dilanjutkan
dengan cerita orang- orang jomblo yang bisa di katakan sukses dalam dunia karir atau yang di sebut jomblo yang revolusioner yang kemudian
di jadikan judul buku ini oleh si penulis. Walaupun jomblo tapi tetap bisa sukses begitulah singkatnya. Sosok Tan malaka dan Soe hok gie menjadi idola dalam kesendiriannya, kemudian dalam buku ini penulis menceritakan tentang kisah teman-temannya yang jomblo namun tetap bisa sukses di dunia karir salah satunnya adalah srintil sosok perempuan kandidat doktor yang berusia 30 tahun namun belum juga menikah,
meskipun begitu dia jomblo dia tetap bisa berkarya dengan menulis dan menghasilkan banyak karya buku. Setidaknya meskipun jomblo srintil membuktikan bahwa dirinnya tetap produktif dalam berkarya menjomblo adalah peluang.
Dalam buku ini penulis mengatakan bahwa jomblo revolusioner juga bakal akan tetap menikah. Menjadi revolusioner itu tidak perlu muluk-muluk, setidaknya bisa merevolusi diri sendiri dengan menulis tentang sejarah hidupnya dan yang ada di sekitar
lingkungannya itu sudah cukup. Dalam judul cerita lainnya penulis menceritakan salah satu sosok inspiratif yang pernah dijumpai dalam hidupnya, dalam judul Tenda Perjuangan cerita yang di awali dengan perjalannya bersama 2 temannya yang sama-sama jomblo menuju rembang satu diantarannya berniat untuk menyelesaikan penelitian tesisnya tepatnya di pegunungan kendeng Desa Tegaldowo Rembang tempat dimana terjadi konflik antara perusahaan semen dan warga desa.
Di desa itulah tenda perjuangan didirikan atas keberanian Mbok Nah dan warga sekitar dalam menolak pendirian pabrik semen, tenda yang di bangun tepat di samping pintu masuk proyek pembangunan pabrik
semen tersebut di dirikan sejak tahun 2014 oleh mbok nah dan warga sekitar untuk menyuarakan penolakan mereka atas pembangunan pabrik semen tersebut, karena di wilayah tempat di dirikannya pabrik semen tersebut masyarakat mengantungkan hidupnya melalui sektor pertanian dan banyak dari mereka menyakini bahwa di bawah tanah tepat lokasi yang akan di bangun pabrik semen tersebut pusat sumber mata air pegunungan kendeng dan yang di khawatirkan warga dapat merusak sumber mata airnya.
Dalam bagian 1 ini penulis yang juga seorang aktifis pergerakan di masa ia menjadi mahasiswa, tak lupa mengisahkan tentang
pengalaman pertama kalinnya ia menjadi pemimpin demonstran. Dalam rangka memperingati hari anti korupsi se dunia tersebut penulis menceritakan tentang pengelaman pertamannya untuk berani menjadi orator, berbagai kronologi dan peristiwa yang terjadi waktudemo diceritakan dengan runtut dalam cerita yang di beri judul ‘’(bukan) sang demonstran’’. Ada hal yang menarik dan lucu dalam judul cerita ini bahwa penulis menceritakan hal yang mendorongnya untuk berani
berorasi di hadapan banyak orang adalah luapan emosi atas status kejombloannya yang baru ia sandang seminggu sebelum aksi demo ini.
Singkatnya dalam bagian 1 ini tidak hanya melulu menyingung prihal jomblo melainkan sisi-sisi sosial lainnya di sematkan, mbok nah dan para warga kendeng menjadi cerita inspiratif dalam melawan untuk memperjuangkan haknya dalam bagian 1 ini.
Bagian 2
Pada bagian 2 ini tidak lagi menjelaskan banyak tentang jomblo melainkan berisi kumpulan- kumpulan surat yang terlanjur ditulis oleh si penulis dan tak pernah sampai kepada siapa surat itu ditujukan. Ada 12 surat yang di tulis dalam buku ini yang kesemuanya ada di bagian 2.
Dalam menulis surat penulis mempunyai gaya tersendiri seperti mengawali surat dengan memanggil nama kepada siapa surat itu di tujukan. Ketika penulis menghadirkan suasana toleransi kepada pembaca, ia lewatkan melalui surat yang ia tujukan kepada sosok Rim.
Surat itu berisi cerita tentang toleransi antar agama di wilayah perumahan ketika pak puh sosok kristen yang meninggal dunia banyak warga muslim yang berdatangan untuk berbela sungkawa dan menganggap
pak puh seperti warga muslim lainnya ketika meninggal dunia, semua warga sekitar yang mayoritas beragama muslim ikut berduka dan melayat bahkan memandikan sang mayit seperti layaknya memandikan jenazah orang muslim dan masih banyak kejadian yang dapat membuat pembaca untuk lebih toleransi kepada siapapun dalam surat yang di sampaikan dengan gaya seperti obrolan ringan ini.
Tidak hanya pada teman temannya surat yang di tulis dalam buku ini ada juga surat yang di tujukan kepada Bapak Presiden Indonesia Joko Widodo. Surat itu di tulis sewaktu pak
presiden akan berkunjung ke Tuban Jawa Timur.
Dalam surat itu berisi tentang kondisi masyarakat lapis bawah yang sebenar-benarnya, dengan mengawali surat dengan kata ‘’pak jok.. ehh maaf pak presiden’’ dalam surat ini digambarkan dengan cukup lengkap tentang aktifis pemuda desa yang mengawal haknya sendiri yang justru malah dilaporkan ke pihak berwajib, kemudian petani yang kesusahan untuk mencari pupuk bagi tanaman-tanamannya sekaligus berkurangnya lahan pertanian di Tuban yang berganti
dengan pabrik-pabrik industri.
Penulis menyampaikan semuannya dengan gaya sindiran kepada pemerintah yang tetap enak dibaca, jika Pak Jokowi berkunjung ke Tuban hanya akan di ceritakan tentang hal-hal yang baik saja yang ada di Tuban, terkait kemajuan kota dan semua hal yang dapat menyenangkan hati Pak Presiden Jokowi, ketimbang mendengar keluh kesah masyarakat Tuban.
Semua keluh kesah masyarakat tuban dikemas dalam surat yang di sampaikan dengan bahasa yang khas oleh penulis.
***
Bagian 3
Dalam bagian 3 atau bagian akhir dalam buku ini berisi kumpulan essai si penulis buku, terdapat 6 essai yang beberapa diantarannya ditulis diwaktu menjadi mahasiswa, yang kemudian dimuat dalam buku ini. Salah satu essai menjelaskan tentang kondisi pendidikan bangsa ini yang berjudul ‘’kuliah untuk siapa’’ dalam essai ini mengambarkan kondisi pendidikan masyarakat lapis bawah, bahwa slogan orang miskin dilarang kuliah masih ada dikarenakan mahalnya biaya perkuliahan. Dan menganggap kuliah hanya bagi mereka yang mampu secara ekonomi. Beasiswa sebagai pemanis pendidikan belaka, karena nyatannya tetap orang golongan menengah atas yang menikmatinnya, persoalan ketimpangan seperti ini akan terus terjadi selama pemerintah tidak memihak masyarakat miskin.
Essai ini di tulis dengan mencantumkan dasar-dasar dan teori-teori pendidikan oleh para ahli. Dalam essai ini cukup jelas
yang di inginkan penulis dan masyarakat adalah pendidikan yang merata dan konsep yang tepat dalam memajukan bangsa melalui dunia pendidikan.
Dalam essai lainnya berisi tentang kondisi bangsa indonesia yang penulis beri judul ‘’biarkan mereka mati saja’’ di awali dengan lirik lagu darah juang kemudian berisi tentang maraknya korupsi dimana-mana, perekonomian yang anjlok yang di gambarkan dengan naiknya harga BBM, kemudian langkanya pupuk, dan nasib yang tak kunjung jelas bagi para buruh.
Essai ini di sertai dengan dasar dan teori-teori pastinnya, memang cukup berat untuk dibaca karena berbeda dengan judul-judul essai yang lain dalam bagian 3 ini.
***Secara singkat, buku ini variatif menurut saya, karena berisi tentang cerita-cerita
lucu dan inspiratif di bagian 1, kemudian surat-surat yang tetap asyik untuk di baca di bagian 2, dan kemudian di tutup dengan bacaan yang cukup berat di bagian 3 yang berisi essai si penulis yang dapat membuka mata terhadap kondisi sosial sekitar dan kondisi bangsa.
Buku ‘’Jomblo Revolusioner’’ ini membawa pembaca merasa dekat dengan si penulis melalui gaya ceritannya yang ringan, dan mengambarkan sisi lain dari si penulis itu sendiri, walaupun jomblo tapi nulis buku begitulah slogannya penulis yang juga seorang jurnalis ini. (ton/jw)
*)Judul buku: jomblo revolusioner Tahun terbit: 2016
karya/ penulis: Amrullah AM,
Penerbit: epistemic
Isbn: 978-602-69503-3-8