Reporter: Team Advetorial
suarabojonegoro.com - Senyum Sutarman terus mengembang. Usaha telur puyuh yang dirintis pria 57 tahun ini, perlahan-lahan mulai berkembang. Setiap hari dia bisa menjual 30-40 kilogram telur. Selain burung puyuh, dia juga memelihara ratusan bebek petelur, sapi, dan kambing dalam satu area kandang. Setiap 30 menit sekali, pria yang dibantu istrinya Tampar (56) ini merebus puluhan telur puyuh hingga berkali-kali. Tidak nampak kekhawatiran sepasang suami-istri tersebut kehabisan gas sebagai bahan bakar untuk memasak telur berukuran kecil itu yang nantinya dijual ke kota.
"Tidak masalah mau pakai kompor gas sampai kapanpun, karena ini gratis," ujar pria yang dulunya menjadi petani ini sambil menunjuk api biru terang yang memancar dari tungku kompor di sudut dapurnya. Kakek tujuh cucu ini memperlihatkan bagaimana kompor tersebut mengeluarkan api biru yang biasa dihasilkan oleh tabung gas elpiji (Liquefied Petroleum Gas) pada umumnya.
Tentu saja, api itu muncul dari gas yang dihasilkan dari kotoran burung puyuh peliharannya. Karena, dari kotoran 5,000 ekor burung puyuh itulah, keluarga sederhana ini bisa menjalankan usahanya tanpa harus mengeluarkan biaya banyak untuk membeli gas elpiji. Kotoran yang awalnya dianggap tidak berguna, kini oleh pria berkumis tipis itu diolah kembali dan bisa menghasilkan energi alternatif berupa biogas.
Nampak, diatas kompor terdapat pipa kecil yang menyalurkan gas dari alat yang disebut reaktor biogas. Reaktor itu berada di halaman depan rumah, tepat dipinggiran ladang kosong. Jika kompor dinyalakan, maka gas akan mengalir dari reaktor gas ke kompor melalui pipa sepanjang lebih dari 6 meter.Dengan energi alternatif berupa biogas itulah,Sutarman dan istrinya, tidak perlu mengeluarkan Rp20.000 setiap minggu untuk membeli gas elpiji.
"Biasanya pakai kotoran sapi, tapi saat dicoba menggunakan kotoran burung puyuh ternyata bisa," ungkapnya.
Setiap harinya, untuk menghasilkan biogas tersebut hanya perlu mengolah 30 kg kotoran burung puyuh untuk dijadikan biogas. Dari situlah, gas alternatif tersebut bisa menyalakan api biru rata-rata 15 jam per hari bahkan lebih. "Saya tidak menyangka, dengan ternak unggas ini bisa menghasilkan pembakaran yang ramah lingkungan, aman, dan tidak mengeluarkan uang sama sekali. Sangat menguntungkan untuk bisnis kecil-kecilan seperti ini," ungkapnya.
Dari menjual telur puyuh ini, setiap harinya Sutarman menerima keuntungan bersih Rp100.000 sampai Rp150.000 dari tengkulak. Penghasilan yang lumayan besar, bagi mantan petani seperti dirinya.
Keberadaan biogas ini tentu saja tidak datang begitu saja. Karena untuk membuat satu reaktor biogas permanen yang dimiliki Sutarman, berkisar antara Rp10-12 juta. Dia merupakan satu di antara 176Kepala Keluarga di Bojonegoro dan Tuban yang mendapat stimulus berupa reaktor biogas dari program Terus Untung dengan Biogas (TUNAS) yang merupakan inisiatif dari ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) sebagai operator Blok Cepu. Dalam melaksanakan program yang sudah berlangsung sejak 2014 lalu ini, EMCL dengan dukungan SKK Migas menggandeng Yayasan Trukajaya yang sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam mengembangkan program biogas untuk masyarakat dengan memanfaatkan kotoran hewan ternak menjadi energi alternatif yang terbarukan.
Perwakilan Yayasan Trukajaya, Eli Supriyatno, mengatakan, saat ini kebutuhan masyarakat terhadap gas untuk rumah tangga sangat tinggi. Hal ini dipicu oleh beberapa kebijakan Pemerintah yang salah satunya adalah mengurangi penggunaan minyak tanah dan menggantinya dengan elpiji. Pada saat yang sama, apabila elpiji sedang susah didapatkan, masyarakat memilih menggunakan kayu bakar di hutan yang jumlahnya terbatas. “Sementara jika menggunakan minyak tanah, harganya pun mahal dan ketersediaan minyak tanah juga sudah langka saat ini,” ungkapnya.
Di sinilah biogas menjadi alternatif bagi kebutuhan gas untuk rumah tangga. Biogas adalah gas Metana yang mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik dari material organik yang dilakukan oleh bakteri metanogonik. Metana adalah zat yang tidak terlihat dan tidak berbau. Hasil pembakaran gas Metana ini berwarna biru, tidak berasap, dan lebih panas dari minyak tanah, arang dan bahan bakar tradisional lain.
Eli melanjutkan, sumber utama biogas adalah kotoran ternak yang mudah dijumpai di masyarakat dan belum termanfaatkan dengan baik. “Oleh karena itu, EMCL dan Trukajaya menyelenggarakan program biogas ini sebagai salah satu upaya penyebarluasan penggunaan energi alternatif yang terbarukan tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, External Affairs Manager EMCL, DaveA. Seta menjelaskan, EMCL menyadari akan pentingnya energi alternatif terbarukan sebagai jawaban atas semakin menipisnya cadangan energi dunia yang berasal dari minyak dan gas bumi. Bagi EMCL, energi sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan ekonomi masyarakat.
Sebagai bagian dari komitmennya itu, EMCL memberikan program kemandirian masyarakat melalui penggunaan energi secara bijak, berupa pengembangan energi alternatif biogas yang terbarukan dalam Program Terus Untung dengan Biogas (TUNAS).
EMCL bersama masyarakat telah membangunsetidaknya 176 reaktor biogas di enam desa di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro dan satu desa di Kabupaten Tuban. Di wilayah yang sama, EMCL juga melatih 55 tukang biogas. Tukang-tukang inilah yang akan menjadi ahli biogas agar bisa melakukan perawatan reaktor biogas di wilayahnya, sekaligus terus mengkampanyekan penggunaan energi alternatif.
EMCL berharap melalui program ini juga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas dan pemanfaatan produk sampingannya.
Program Pendukung Operasi (PPO) yang telah disetujui SKK Migas ini merupakan bagian dari komitmen industri hulu migas dalam memberikan kontribusi positif di masyarakat. “Program ini kami harapkan akan meningkatkan kualitas ekonomi dan kapasitas kehidupan masyarakat di sekitar wilayah operasi kami,’’ tutur Dave. Ditambahkan Dave, “Setidaknya dengan adanya biogas, biaya pembelianelpiji bisa dialihkan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.“
Untuk mencapai tujuan itu, EMCL berpegang pada komitmen yang menerapkan standar etika yang tinggi dengan mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta menghormati budaya lokal dan nasional. “Sembari tentunya, menjalankan operasi yang aman dan bertanggung jawab,’’ tegasnya. [Team/Adv]