Reporter: Monika
suarabojonegoro.com - Belum adanya solusi tepat bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) Bojonegoro, Jawa Timur, selama ini membuat mereka kerap melanggar aturan. Tak jarang mereka kucing-kucingan untuk menghindari kejaran petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bojonegoro.
"Memang ada jam-jam yang diberlakukan untuk PKL yakni jam lima sore sampai jam dua belas malam," kata pedagang bakso tetelan, Nuryanti, asal Desa Ngrowo, Kecamatan Bojonegoro.
Namun, jika berdagang sesuai aturan tersebut, pendapatan yang diperoleh PKL tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-sehari, bahkan dinilai kurang.
Untuk berjual bakso, Nur-panggilan Nuryanti, bermodal uang Rp300.000. Dari modal itu dia bisa mendapat keuntungan bersih antara Rp150.000 sampai Rp200.000.
"Itu kalau tidak diusir Satpol PP, kalau diusir dan dijaga ya terpaksa tidak jualan," imbuhnya yang membuka lapak di Jalan Mas Tumapel atau seputar Alun-alun Bojonegoro.
Ibu tiga anak ini berharap kepada Bupati Bojonegoro yang terpilih mendatang agar memberikan kemudahan akses permodalan, dan tempat berjualan agar PKL bisa nyaman berjualan untuk mengembangkan usahanya.
"Kepada bupati baru nanti jangan hanya mengumbar janji manis. Janji itu harus dipenuhi karena itu adalah hutang," pesan Nur.
Senada disampaikan pedagang Ayam Goreng Krispi, di Jalan Panglima Soedirman, Widia Astuti (35). Dia mengungkapkan, selama ini belum ada tawaran dari pemerintah kabupaten baik berupa permodalan maupun solusi atas keberadaan PKL yang dianggap melanggar aturan.
Warga Kelurahan Ledok Kulon itu berharap, Bupati terpilih mendatang bisa menjadi juru selamat bagi pedagang kecil sepertinya. Memberikan tempat yang layak, dan kemudahan pinjaman agar usaha yang dijalankan bisa lebih berkembang.
"Kalau itu benar-benar dilakukan, saya jamin tidak ada PKL yang kesusahan seperti sekarang," pungkasnya.
Wakil Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Seputaran Alun-alun Bojonegoro (PKL SAB), Mujiono, (35), menyatakan masih ada keluhan dari ratusan anggota PKL terkait tindakan penertiban yang dilakukan Satpol PP karena dianggap melanggar aturan.
"Tapi itu masalah mereka, kami dari Paguyuban sudah menghimbau agar jualan di jam-jam yang ditentukan," tandasnya.
Dirinya berharap Bupati Bojonegoro yang baru nanti bisa memberikan ruang dan fasilitas yang sesuai untuk PKL. Misalnya, menggunakan lokasi di dalam alun-alun.
"Harapannya lokasinya tidak jauh dari alun-alun. Karena, di sinilah pusat berkumpulnya masyarakat untuk berlibur dan mencari hiburan," pungkas Pak Ji, panggilan Mujiono.
Dimintai komentar terkait problema yang dihadapi para pedagang kaki lima tersebut, Calon Wakil Bupati (Cawabup) Bojonegoro, Mitroatin, menyatakan, kedepan akan menata kembali para PKL karena mereka simbol ekonomi kerakyatan yang perlu diperhatikan, dan diberdayakan.
"Akan kita sinergikan dengan program yang sudah kita siapkan, agar keberadaan PKL ini menjadi pelaku wisata kuliner di Bojonegoro," kata Mitroatin yang berpasangan dengan Cabup Soehadi Moeljono ini.
Kedepan pihaknya juga akan mengembangkan kualitas bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui insentif fiskal berupa penjaminan kredit perbankan, dan non perbankan.
"Harapannya pelaku usaha kecil ini menjadi pengusaha tangguh, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya," pungkas Kader Muslimat NU Bojonegoro ini. (Nik/Red)
suarabojonegoro.com - Belum adanya solusi tepat bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) Bojonegoro, Jawa Timur, selama ini membuat mereka kerap melanggar aturan. Tak jarang mereka kucing-kucingan untuk menghindari kejaran petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bojonegoro.
"Memang ada jam-jam yang diberlakukan untuk PKL yakni jam lima sore sampai jam dua belas malam," kata pedagang bakso tetelan, Nuryanti, asal Desa Ngrowo, Kecamatan Bojonegoro.
Namun, jika berdagang sesuai aturan tersebut, pendapatan yang diperoleh PKL tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-sehari, bahkan dinilai kurang.
Untuk berjual bakso, Nur-panggilan Nuryanti, bermodal uang Rp300.000. Dari modal itu dia bisa mendapat keuntungan bersih antara Rp150.000 sampai Rp200.000.
"Itu kalau tidak diusir Satpol PP, kalau diusir dan dijaga ya terpaksa tidak jualan," imbuhnya yang membuka lapak di Jalan Mas Tumapel atau seputar Alun-alun Bojonegoro.
Ibu tiga anak ini berharap kepada Bupati Bojonegoro yang terpilih mendatang agar memberikan kemudahan akses permodalan, dan tempat berjualan agar PKL bisa nyaman berjualan untuk mengembangkan usahanya.
"Kepada bupati baru nanti jangan hanya mengumbar janji manis. Janji itu harus dipenuhi karena itu adalah hutang," pesan Nur.
Senada disampaikan pedagang Ayam Goreng Krispi, di Jalan Panglima Soedirman, Widia Astuti (35). Dia mengungkapkan, selama ini belum ada tawaran dari pemerintah kabupaten baik berupa permodalan maupun solusi atas keberadaan PKL yang dianggap melanggar aturan.
Warga Kelurahan Ledok Kulon itu berharap, Bupati terpilih mendatang bisa menjadi juru selamat bagi pedagang kecil sepertinya. Memberikan tempat yang layak, dan kemudahan pinjaman agar usaha yang dijalankan bisa lebih berkembang.
"Kalau itu benar-benar dilakukan, saya jamin tidak ada PKL yang kesusahan seperti sekarang," pungkasnya.
Wakil Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Seputaran Alun-alun Bojonegoro (PKL SAB), Mujiono, (35), menyatakan masih ada keluhan dari ratusan anggota PKL terkait tindakan penertiban yang dilakukan Satpol PP karena dianggap melanggar aturan.
"Tapi itu masalah mereka, kami dari Paguyuban sudah menghimbau agar jualan di jam-jam yang ditentukan," tandasnya.
Dirinya berharap Bupati Bojonegoro yang baru nanti bisa memberikan ruang dan fasilitas yang sesuai untuk PKL. Misalnya, menggunakan lokasi di dalam alun-alun.
"Harapannya lokasinya tidak jauh dari alun-alun. Karena, di sinilah pusat berkumpulnya masyarakat untuk berlibur dan mencari hiburan," pungkas Pak Ji, panggilan Mujiono.
Dimintai komentar terkait problema yang dihadapi para pedagang kaki lima tersebut, Calon Wakil Bupati (Cawabup) Bojonegoro, Mitroatin, menyatakan, kedepan akan menata kembali para PKL karena mereka simbol ekonomi kerakyatan yang perlu diperhatikan, dan diberdayakan.
"Akan kita sinergikan dengan program yang sudah kita siapkan, agar keberadaan PKL ini menjadi pelaku wisata kuliner di Bojonegoro," kata Mitroatin yang berpasangan dengan Cabup Soehadi Moeljono ini.
Kedepan pihaknya juga akan mengembangkan kualitas bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui insentif fiskal berupa penjaminan kredit perbankan, dan non perbankan.
"Harapannya pelaku usaha kecil ini menjadi pengusaha tangguh, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya," pungkas Kader Muslimat NU Bojonegoro ini. (Nik/Red)