11 Juli 2024

Tantangan Birrul Walidain Zaman Now

    Kamis, Juli 11, 2024  


Oleh : Italismaya S.Pd

Kita sudah sangat familiar dengan legenda Malin Kundang. Berkisah tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Yang akhirnya dia dikutuk menjadi batu.

Tidak asing juga dengan kisah Al-Qomah. Seorang sahabat Rasulullah yang dikenal sebagai sosok mukmin beriman dan taat dalam beribadah. Namun menjelang kematiannya, ia justru mengalami sakaratul maut yang cukup menyiksa. Singkat cerita Al-Qomah mengalami sakaratul maut yang menyakitkan karena ia juga telah durhaka kepada Ibunya. 


Dua kisah diatas adalah dua kisah hikmah yang menyampaikan pesan kepada kita jangan sampai ada kejadian seperti itu terjadi saat ini. Namun faktanya kisah seperti ini ada ditengah kita. Bahkan sekarang tingkat kedurhakaanya bisa dibilang lebih parah. Kenapa? Karena tidak hanya menyakiti hati orangtuanya, tapi sudah sampai tega menghilangkan nyawa. Astaghfirullah.


Viral di sosial media seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit Jakarta Timur (21/6/2024). Dari hasil penyelidikan polisi ternyata korban telah dibunuh oleh dua anak kandungnya sendiri yang berusia 16 dan 17 tahun.


Kasus pembunuhan terhadap orang tua juga terjadi di Pesisir Barat Lampung, seorang anak tega membunuh ayahnya yang sedang menderita stroke hanya karena kesal saat diminta Tolong diantarkan atau di bopong ke kamar mandi. Anak yang masih berusia 19 tahun itu memukuli bapaknya berkali-kali hingga harus dilarikan ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal dunia. (11/6/2024)


Mungkin masih banyak kejadian serupa yang tak terliput berita. Sangat disayangkan, kasih sayang dan pengorbanan orangtua yang seharusnya harus didibalas dengan berbakti kepada mereka (Birrul Walidain) justru dibalas dengan kedurhakaan.


*Tantangan Birrul Walidain*


Semakin kesini tantangan kehidupan memang semakin banyak. Ditengah arus kehidupan yang semakin kapitalis materialis, setiap manusia tanpa sadar dibuat berjibaku mengejar dunia, mengejar materi dan menggukur segalanya dengan harta atau uang. Hingga banyak anak lupa ada kewajiban berbakti kepada orangtua.


Mereka menganggap sudah berbakti setelah memberi uang kepada orang tua. Merasa telah membahagiakan ketika bisa membelikan benda-benda berharga. Padahal perhatian dan kasih sayang yang lebih mereka harapkan.


Sekulerisme yang kian mengakar menjadikan manusia lemah iman. Agama tidak lagi di anggap sakral, cukup tertulis dalam KTP. Padahal agama adalah pondasi dan cara pandang dalam kehidupan. Lupa ada agama yang menjadi pegangan. Lelah dan masalah dalam bekerja memicu emosi. Mudah marah dan gampang stress. Lupa ada perintah bersabar. Lupa hakekat tawakkal. Orang terdekat menjadi sasaran emosi. Anak dan orang tua yang ada dirumah menjadi pelampiasan. Hubungan orangtua dan anak juga hanya dilandasi kemanfaatan. Orangtua disayang ketika memberikan kemanfaataan tapi dianggap benalu ketika telah renta tidak bisa apa-apa. 


Sekulerisme menjadikan orang kian bebas. Bebas berbuat, bebas melakukan apa saja tanpa mau ada yang melarang. Lebih suka berlama-lama dengan gadgetnya. Merasa terganggu dengan panggilan orang tua atau hal lain yang dianggap bukan urusannya. Menjadi individualistis tanpa mau diusik.


Ditengah pandangan hidup yang semakin bebas, beban hidup yang semakin berat. Kewajiban berbakti kepada orangtua menjadi kewajiban yang terabaikan. 


Di zaman now, agama jangan sampai ditinggalkan. Karena berpegang pada agama adalah jalan keselamatan.


*Kewajiban Birrul Walidain*


Sungguh Islam adalah agama sempurna dengan aturan yang paripurna. Mempunyai aturan yang menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan manusia. Birrul Walidain (berbakti kepada orang tua) adalah kewajiban. Allah SWT berfirman:


"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik".(TQS. Al-Isra 23) 


Inilah salah satu aturan Islam terkait hubungan antara anak dan orang tua. Berkata “ah” atau membentak orang tua saja tidak boleh apalagi sampai memukul hingga membunuh mereka, tentu haram hukumnya.


Islam melahirkan generasi berkepribadian luhur, berfikir dan bersikap sesuai Islam serta mempunyai akhlaqul karimah. Berbuat baik kepada siapa saja apalagi kepada kedua orangtua.


Menyayangi mereka, memberikan perhatian kepada mereka, berbuat baik, merawat dengan kasih dan selalu mendoakan mereka. Menjalankan kewajiban berbakti dengan ikhlas dan kesungguhan, ada pahala yang akan kita dapatkan. (*)

25 Mei 2021

Didorong Kader PPP, Mbah Naryo Siap Jadi Ketua DPW PPP Jatim

    Selasa, Mei 25, 2021  
SeputarBojonegoro - Musyawarah Wilayah (Musywil) PPP (Partai Persatuan Pembangunan) DPW Jawa Timur sebentar lagi akan digelar pada tanggal 31 Mei 2021, yang akan digelar di Surabaya, hal tersbwut dilakukan guna untuk menentukan dan memilih ketua serta kepengurusan baru Partai berlambang Ka'bah tersebut.

H. Sunaryo Abuma'in, Kader Kawakan PPP dari Bojonegoro yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPW PPP Jawa Timur banyak yang mendorong untuk maju sebagai ketua DPW PPP Jat dengan alasan H. Sunaryo Abuma'in merupakan kader terbaik di PPP khususnya Bojonegoro dan Jawa Timur, serta setia mengawal Partai PPP ini menuju kursi DPRD para Calon legislatifnya.

"Mbah Naryo (Panggilan Akrab Sunaryo Abuma'in. Red) memang senior di Politik dan mampu membawa PPP menuju keberhasilan dalam suksesi Pilihan Legislatif," Ujar Salah Satu Kader PPP Mu'in. Selasa (25/5/2021).

Selain itu, Mbah Naryo juga merupakan kader digaris terdepan kubu Romahul Muzi dan sangat punya kedekatan khusus dengan Ketua Umum PPP Dr. Suharso Monoarfa yang sekaligus menjabat menteri BPPN. Hal itulah yang membuat Mbah Naryo banyak didorong oleh Kader PPP untuk menjadi Ketua DPW PPP Jawa Timur.

Selain itu, KH Musyaffa Noer, sudah menjabat menjadi Ketua DPW PPP Jatim selama tiga periode, yang saat ini menjabat sebagai Wkail.Ketua Umum DPP PPP, dan saatnya dilakukan penyegaran dalam kepimpinan Partai untuk meneruskan cita cita luhur PPP.

Mbah Naryo sendiri menanggapi adanya dorongan dan dukungan Kader PPP untuk mencalonkan Diri sebagai Ketua DPW PPP Jawa Timur, dirinya menyerahkan kepada Partai, karena Partai yang memahami situasi dan kondisi serta siapa Kader terbaiknya yang layak memimpin DPW PPP Jawa Timur.

"Kami siap mengemban amanat partai jika memang dikehendaki untuk memimpin DPW PPP Jatim, dan kami akan melakukan dan berbuat untuk keberhasilan Partai menuju cita cita yang diharapkan oleh Masyarakat Indonesia," Ujar Mbah Naryo.

Pria yang juga menjabat Sebagai Ketua PERARI Cabang Bojonegoro ini juga akan melakukan langkah yang terbaik bagi Partai dan Maayarakat jika memang dirinya ditunjuk dan dikehendaki oleh PPP guna memimpin DPW Jatim.

"Di PPP adalah tempat untuk berjuang guna memajukan kesejahteraan masyarakat serta menjunjung tinggi kepentingan rakyat yang berasaskan Islam dan Pancasila, sehingga amanat partai tentu harus dijalankan untuk menuju rakyat sejahtera dan pembangunan yang berpihak kepada rakyat," Terang Mbah Naryo.

Mbah Naryo sendiri mengaku akan selalu siap menjadi kader yang baik dan bermanfaat untuk Partai demi kelangsungan pembangunan yang berpihak pada Rakyat Indonesia menuju tingkat kesejahteraan rakyat yang lebih baik. [lan/sbc]


28 Maret 2021

Ketua MUI Bojonegoro Minta Polisi Segera Usut Tuntas Terorisme Di Gereja Katedral Makassar

    Minggu, Maret 28, 2021  


Reporter : D. Wulan 

SeputarBojonegoro.com – Ketua MUI (Majlis Ulama' Indonesia) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, KH Alamul Huda Masyhur mengecam keras adanya perbuatan dan tindakan aksi terorisme di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3) pagi.

KH. Alamu Huda menyampaikan bahwa ledakan yang dijabarkan adalah Bom Bunuh diri tersebut merupakan tindakan terorisme karena telah membuat ketakutan banyak orang.

"Ini adalah kejahatan kemanusiaan dengan menggunakan teror Bom Bunuh Diri apalagi di tempat Ibadah, apalagi terdapat jatuh korban sehingga membuat ketakutan ditengah tengah masyarakat," Terang KH. Alamul Huda.

Ketua MUI Kabupaten Bojonegoro ini juga mengatakan, aksi terorisme seperti itu tidak bisa diberikan toleransi.  Sebab tindakan keji itu, tidak manusiawi dan melanggar nilai ajaran agama manapun.

Sebagai Ketua MUI, KH. Alamul Huda mendesak pihak keamanan, termasuk kepolisian untuk segera menindak pelaku, sehingga terbongkar motif dan latar belakang pengeboman tersebut.

“Saya secara pribadi dan juga Mengharap kepada Ketua MUI Pusat segera meminta pihak aparat  mencari dan menangkap pelaku dan atau otak intelektual dan pihak-pihak yang ada di balik peristiwa ini dan  membongkar motif dari tindakan yang tidak terpuji tersebut,” kata KH Alamul Huda.

KH. Alamul Huda juga meminta dengan adanya kejadian ini tidak membuat orang-orang mendekatkan atau membuat motif peledakan dengan ajaran agama atau suku tertentu. Bila itu terjadi, maka akan memperuncing hubungan keharmonisan antaragama dan suku di Indonesia yang sudah lama terjalin akrab. [lan/sbc]

22 Februari 2021

Belajar Dari Kasus Nissa Sabyan: Pelanggaran Norma Sosial Akan Melahirkan Sanksi Sosial

    Senin, Februari 22, 2021  
Oleh: Yoga Irama



“Kok bisa-bisanya ya dia seperti itu, saya ga habis pikir dengan alur pikirannya Nissa dan Ayus Sabyan itu”, kata teman saya sembari keheranan.


Mendengar kalimat demi kalimat bernada jengkel yang terus dikeluarkan oleh teman saya itu, saya hanya bisa diam dan cukup menjadi pendengar setia saja, tanpa berselera membalas dengan satu buah kata pun.


Sebetulnya untuk kasus Nissa Sabyan saya punya pandangan tersendiri terkait itu.


Yang mana pandangan saya ini tidak selaras dengan bacotannya para netizen budiman yang sering salah mengetik “amin” kepada setiap postingan yang berbau Bahasa Arab. Tidak pula selaras dengan komentar emak-emak yang suka nyinyir dan ngegibahin tetangganya sendiri saat sore hari di depan teras rumahnya.


Terlepas dari pembelaan diri yang dilakukan Ayus, di mana ia mengaku khilaf seperti yang terdapat pada video klarifikasinya yang sudah beredar di media sosial. Saya tidak akan masuk pada wilayah itu. Untuk masalah khilaf dan tidak khilaf biarlah hanya dirinya dan Tuhan saja yang tahu.


Yang lebih penting dan menarik untuk dibahas adalah respon dari masyarakat terkait adanya kasus tersebut. Jamak diketahui cercaan dan cemoohan dari para netizen di seluruh penjuru Indonesia tak hentinya terus dilayangkan kepada kedua sosok artis personil grub musik Sabyan Gambus tersebut. 


Menurut saya, fenomena itu lumrah-lumrah saja. Apalagi mengingat tindakan yang sudah dilakukan oleh keduanya sampai membuat istri sah dari Ayus sampai melayangkan gugatan cerainya ke Peradilan Agama, dengan maksud mengakhiri mahligai rumah tangga yang sudah dibangun lama dan dikaruniai dua orang putera.


Di sinilah letak penyebab utama kenapa netizen mengecam habis-habisan perbuatan si Nissa dan Ayus. Menurut pandangan netizen, keduanya telah melakukan tindakan perselingkuhan sehingga berbuntut pada perceraian.


Sedangkan kalau dicermati lebih lanjut, dalam tradisi masyarakat Indonesia bahkan mungkin dunia, tindakan perselingkuhan adalah salah satu tindakan yang melanggar norma-norma sosial yang hidup dalam masyarakat. Akibat dari pelanggaran itu wajar kemudian masyarakat memberikan sanksi sosial berupa kecaman, cemoohan bahkan lebih jauh bisa berupa kekerasan dalam bentuk verbal ataupun non-verbal.


Sanksi yang dimaksud bukan berdasarkan legal thinking (pemikiran hukum) yang bermakna sanksi pidana, sanksi perdata atau sanksi administratif. Tapi sanksi yang dimaksud lebih berdasar pada scientific thinking (pemikiran ilmiah).


Secara sosiologi yang dimaksud dengan sanksi adalah sebuah bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan oleh kelompok masyarakat kepada warga masyarakat yang dianggap telah melakukan tindakan menyimpang dan melanggar norma-norma sosial yang hidup di tengah masyarakat.


Adanya sanksi sosial bukan serta merta karena adanya rasa sakit hati dari masyarakat dan menginginkan pembalasan terhadap pelaku pelanggar norma sosial. Lebih dari itu, sanksi sosial adalah cara masyarakat agar bisa melakukan pengendalian sosial terhadap kehidupan.


Maksudnya, dengan adanya sanksi sosial masyarakat jadi bisa membentuk kehidupan menjadi tertata rapi dengan keteraturan yang berlandaskan pada norma dan nilai-nilai yang berlaku. Sehingga kehidupan yang damai dan tenang pun bisa tercipta. Minimal dengan adanya sanksi sosial si pelaku akan merasa jera dengan tindakan melanggarnya. Dan, kemungkinan besar masyarakat lain juga akan berfikir dua kali untuk meniru tindakan pelanggaran yang sudah dilakukan itu.


Perlu dicermati, sanksi berbeda halnya dengan diskriminasi. Agar pembaca tidak gagal paham dengan apa yang ingin saya sampaikan, maka saya akan memberikan definisi singkat atas keduanya.


Merujuk pada buku Kamus Sosiologi karya Agung Tri Hryanto dan Eko Sujatmiko, diskriminasi adalah sikap membedakan secara sengaja terhadap golongan-golongan yang berhubungan dengan kepentingan tertentu. Sedangkan sanksi seperti yang sudah saya paparkan panjang lebar di atas, adalah sikap penghukuman atas sebuah pelanggaran. Jadi sudah sangat jelas bahwa sanksi pada hakikatnya adalah konsekuensi dari pelanggaran norma yang dilakukan oleh oknum masyarakat. Singkatnya, kalau tidak mau terkena sanksi ya jangan melanggar.


Dasar legalitas menerapkan sanksi sosial ini turut saya kutip dari salah satu ceramah Gus Baha di Youtube, Gus Baha menuturkan bahwa, jika perbuatan tercela tak lagi dianggap tabu, maka masyarakat akan acuh. Hal ini bisa berbahaya karena perbuatan asusila akan diabaikan dan dibiarkan tumbuh subur. 


Nasehat tersebut masuk akal. Karena apabila masyarakat senantiasa bersifat permisif tanpa ada sebuah konsekuensi hukuman yang diberikan, tentu tindakan pelanggaran dan amoral akan terus terjadi nantinya. Maka saya kira tidak berlebihan jika rakyat Indonesia masih tetap menerapkan tradisi sanksi sosial sampai hari ini. Mengingat Negara Indonesia adalah negara yang terkenal di penjuru dunia dengan jati diri bangsanya yang sopan serta santun. 


Sah-sah saja melakukan sanksi sosial. Namun dengan catatan, sanksi sosial yang dilakukan tidak bermuara pada tindakan kriminal.


Akhir kata, adanya sanksi sosial jangan kemudian disalah artikan sebagai sesuatu yang negatif. Tindakan pelanggaran sudah sepatutnya mendapatkan balasan demi terbentuk keteraturan sosial. Apabila kehidupan kita baik-baik saja dan selaras dengan rambu-rambu norma sosial dan agama, tentu bisa dipastikan kita tidak akan merasa khawatir akan terkena sanksi sosial nantinya. (*)



*)Penulis adalah seorang mahasiswa Pascasarjana Prodi Akidah dan Filsafat Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya

10 Februari 2021

Catatan Hari Pers Nasional 2021: Organisasi Pers Untuk Mendidik Bukan Menghardik

    Rabu, Februari 10, 2021  

Oleh : Sasmito Anggoro


SELAMAT HARI PERS NASIONAL KE - 75 TAHUN 2021 BAGI KAWAN KAWAN AWAK MEDIA SEMUA!

Pers Saat ini telah menjadi Pilar Demokrasi keempat, tidak sedikit karya Jurnalistik menjadi  bagian dari memberikan pendidikan, inspirasi dan juga mengawal pembangunan di Negeri dengan menjadi Sumber informasi bagi masyarakat Indonesia dan Dunia pada Umumnya.

Berkembangnya Teknologi Informasi saat ini tidak kita pungkiri menjadi sumber tumbuh berkembangnya penerbitan Media Online atau sekarang disebut media Siber, karena siapapun bisa membuat media pemberitaan, dengan berbagai nama ada yang namanya memiliki arti sebagai media pemberitaan, bahkan tak jarang nama nama yang ada di lembaga lembaga atau bagian diinsitusi lembaga Pemerintah, TNI, Polri, Kejaksaan, Maupun KPK RI, digunakan menjadi nama Media hal ini dilakukan untuk upaya meyakinkan masyarakat bahwa media yang dibuat seolah olah memiliki kredibilitas.

Akhirnya dengan mudahnya terbitnya media Online atau Siber dengan bermodalkan Domain, Hosting tentu membayar Domain dan Hosting tersebut, kemudian muncul juga oknum oknum Wartawan wartawan yang semakin banyak tanpa tahu Tugas dan Fungsi Wartawan apalagi Kode etik dan memahami UU Pers, dan mereka berkeliaran di lapangan, mendatangi Nara Sumber yang rata rata kepala Desa dan ada yang seolah olah melakukan Investigasi hanya dari kabar sepihak dari sebagian Nara sumber .

Bahkan dari oknum oknum awak media ini ada yang tidak mampu menulis atau membuat berita, apalagi aturan atau kode etik menulis berita, bahkan wawancarapun sering tidak sesuai dengan informasi yang mereka dapat. Dan tidak sedikit pula para oknum yang mengatasnamakan wartawan media ini melakukan intimidasi dengan cara wawancara namun ujung ujungnya minta sejumlah uang kepada narasumber yang dituding melakukan pelanggaran.

Nah, adanya media yang terbit tidak memenuhi kompetensi atau aturan Dewan Pers, begitu juga oknum wartawan yang belum berkompetensi melalui UKW (Uji kompetensi Wartawan) atau bahkan tidak memiliki kemampuan menulis berita atau melakukan profesi menjadi wartawan dengan baik dan benar, menjadi tanggung jawab Siapa? Pertanyaan ini tidak harus menjadi perdebatan siapapun, namun dengan adanya Organisasi Pers baik Organisasi Profesi atau Serikat Media yang ada seharusnya menjadi bagian dan memiliki tanggung jawab Moral untuk memberikan pendidikan yang sebenarnya mereka butuhkan!

Buat apa membentuk Organisasi Pers jika justru mengasingkan mereka yang tidak memahami Tugas dan Fungsi Pers?, Dan hanya menggandeng Orang orang atau Wartawan atau Perusahaan Media yang sudah profesional saja.

Menurut Saya seharusnya Organisasi, Lembaga, Atau Serikat, atau Asosiasi, apapun namanya dibentuk untuk memberikan pendidikan Profesi didalam organisasi yang dibentuk untuk mendidik, bukan justru menjauhi mereka mereka yang belum paham apa apa, atau mereka yang seharusnya banyak belajar tentang pers, atau justru malah menghardik, membully dan menjauhi bahkan merendahkan.

Organisasi dibentuk untuk menunjukkan dari ketidak tahuan untuk menjadi tahu, ketidak pahaman, menjadi paham. Begitu juga organisasi Pers, saya berharap jangan sampai organisasi Pers dibentuk hanya untuk merekrut orang orang pintar saja dibidang pers, Atau orang yang sudah mahir saja dibidang profesi pers.

Menjamurnya Media Siber, Wartawan Siber pasti tidak ada satupun yang mampu membendungnya, toh mereka juga mendapatkan berita meskipun rilis dari instansi tertentu, masyarakat tidak mengetahuinya ini tulisan wartawan tersebut atau rilis, media juga mudah menayangkan rilis rilis dari instansi Instasi yang mengirim rilis, sehingga masyarakat melihat bahwa memang media media yang dianggap belum berkompeten ini juga bisa terlihat seperti media aktif, karena setiap hari juga menayangkan berita.

Saya sering menyampaikan siapa yang mampu membendung, berbagai himbauan dilayangkan dari Dewan Pers tetap saja tidak mengurangi pergerakan Media media baru yang tumbuh berkembang, tidak mengurangi jumlah wartawan yang sudah ada. Mereka tetap ada, media yang dianggap belum berkompeten dan terdaftar di Dewan Pers setiap hari juga menerbitkan berita berita meskipun hanya sekedar rilis atau ada Media yang mengunggah tulisan dari wartawannya namun menurut saya terkadang tidak karuan tata bahasa penulisan dan pemahamannya.

Memang sulit untuk mengajak mereka mereka oknum wartawan yang terkadang dinamai oknum Wartawan Bodrek, sebutan ini biasanya diarahkan kepada wartawan yang tidak bisa menulis berita namun tujuannya adalah uang, atau pemilik media Abal Abal, sebutan ini untuk media yang beritanya tidak karuan cara penulisannya atau hanya dibuat untuk mendapatkan keuntungan saja tanpa mau mengindahkan aturan Dewan Pers dan UU Pers.

Akan tetapi secara moral seharusnya ini menjadi tanggung jawab kita semua, siapapun yang menjadi Wartawan Berkompeten atau bahkan organisasi Wartawan yang mendapatkan lisensi/leegalitas dari Dewan Pers, agar bisa memberikan pendidikan pers kepada mereka, menurut Pendapat saya buat apa mendirikan organisasi Pers kalau hanya untuk menampung orang orang yang sudah pintar, tapi seharusnya Organisasi didirikan dan dibentuk untuk wadah tempat mereka mereka yang berpengetahuan rendah dan memberikan pendidikan dibidang profesi organisasi tersebut.

Atau memang justru Apatis terhadap oknum oknum awak media yang dianggap Bodrek tadi?, Menurut saya justru ini berbahaya jika kita apatis dan membiarkan mereka menjamur tanpa dibekali pengetahuan Pers, aturan Pers, UU Pers, Kode Etik Pers dan lainnya.

Bahayanya bagaimana, jika mereka tidak memahami aturan atau tatanan Pendirian media dan aturan menjadi wartawan justru mereka akan ngawur ketika menjalankan profesi mereka yang sudah menyandang sebagai Wartawan dan masyarakatpun sudah mengetahuinya, jika salah satu dari oknum oknum yang mengaku wartawan ini tidak menjalankan profesi wartawan dengan baik dan bahkan melanggar, lagi lagi nama Profesi Wartawan akan tercoreng, dan masyarakat tidak sedikit akan mengatakan "Wartawan memang seperti itu, suka minta uang dan lainnya," Banyak yang mengatakan tanpa menyebut oknum, dan menganggap banyak yang demikian, dan wartawan yang berkompeten serta menjalankan profesi sesuai aturan pasti juga akan terkena dampaknya.

Maka, saya berpendapat bahwa adanya organisasi Pers seharusnya memberikan ruang, wadah bagi mereka yang justru belum memiliki pengetahuan terkait Profesi Wartawan, karena tahunya para Oknum oknum wartawan yang dituding Bodrek ini dikira profesinya hanya mencari berita saja dan berlindung dibalik Undang Undang Pers.

Memang saya juga terkadang apatis dengan mereka mereka yang mengaku wartawan tapi tidak mampu melakukan Profesi Wartawan dengan baik, bahkan saya kalau mengingatkan dengan bahasa kasar kepada mereka, namun saya berfikir mereka sudah terlanjur mengantongi identitas Wartawan, dan lebih baik kita ajak bareng bareng belajar pengetahuan tentang Pers dan Kewartawanan. Meski terkadang kita harus menemukan diantara kita yang mengantongi identitas Wartawan dan sudah lama menjalani profesi ini, bahkan dikatakan senior namun cara penulisannya pun sangat sangat tidak sesuai dengan etika pemberitaan, bahkan usianyapun sudah tua, dan yang membuat kita 'geregeten' mereka justru sombong dan mengacuhkan kita ketika diarahkan atau di tunjukkan cara penulisan cara menjalankan profesi sebagai wartawan sesuai aturan.

Ya, terus terang dunia jurnalis mungkin saja bisa rusak akibat ulah dan cara mereka menjalankan profesi yang tidak sesuai aturan Pers yang ada. Namun secara manusiawi hal ini tidak bisa kita harus diam dan membiarkan mereka, jika memang dari mereka sulit dan apatis dengan aturan Pers yang sebenarnya, juga ada tugas dan tanggung jawab kita untuk memberikan pendidikan pers kepada masyarakat yang juga narasumber wartawan.

Apa yang kita berikan kepada masyarakat, yaitu dengan cara sosialisasi aturan aturan Pers yang sebenarnya, seperti himbauan himbauan Dewan Pers agar masyarakat tahu jika punya hak tidak menjawab konfirmasi wartawan jika wartawan tersebut belum berkompetensi, atau medianya belum terdaftar di Dewan Pers. Mudah dan cukup tegas kan? Jika mereka tetap menulis berita dan jika beritanya salah dan tidak sesuai dengan standart aturan dewan Pers cukup satu saja LAPORKAN ke Pihak Berwajib, karena pasti Dewan Pers tidak akan membela wartawan yang belum berkompetensi dan ranah persoalannya menjadi ranah Pidana bukan ranah Dewan Pers. Mungkin ini bisa mengurangi pergerakan mereka.

Namun fenomena yang terjadi tidak demikian, masyarakat akan. Percaya dengan wartawan jikalaupun tidak yakin, ada kalimat dari beberapa narasumber yang didatangi sejumlah oknum Wartawan "Tidak mau Ruwet" akhirnya mengeluarkan sejumlah uang untuk oknum wartawan agar tidak berkepanjangan dalam bertanya atau konfirmasi.

Nah, disinilah akar persoalanya. Mari berfikir jernih dan bijak, jika kita biarkan oknum oknum wartawan yang 'ngawur' dalam menjalankan profesi Wartawan maka akan berdampak bagi para Wartawan lainnya yang benar benar sudah menjalankan profesi dengan baik dan benar. Disisi lain akan banyak membuat keresahan bagi masyarakat atau Nara Sumber, sehingga solusi terbaik menurut saya ya mendidik dan mengajar belajar kepada mereka untuk mereka bisa menjalankan profesi dengan baik dan benar agar tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan Pers yang ada atau KUHP yang ada jika memang mereka menabrak aturan profesi wartawan sesuai dengan yang mereka lakukan, jika tulisan salah ya UU IT jika tidak seimbang atau tidak mau melakukan hak jawab, jika Memeras dan meminta sejumlah uang dengan memaksa, dan menakut nakuti ya laporkan ke Polisi.

Sehingga dengan adanya Organisasi Pers saya berharap mau dan peduli dengan wartawan wartawan lainnya yang belum berkompetensi dan mengarahkan mereka, menuntun mereka untuk menuju Profesi Wartawan yang profesional, begitu juga Oknum oknum yang mengaku wartawan dan merasa belum banyak mengetahui tentang Ilmu Wartawan hendaknya mau belajar dan jangan sok pintar, kadang saya sendiri melihat sudah 10 tahun lebih mengaku jadi wartawan namun menulis berita saja huruf besar kecilnya masih salah kaprah.

Saya juga meminta kepada pemilik media jika merekrut wartawan harus benar benar dengan teliti, karena profesi wartawan bukan main main, Nara sumbernya lebih berpengalaman dalam bidangnya, oknum wartawan terkadang tahunya hanya bahwa Nara sumber ini melanggar, ingat! Nara Sumber terkadang lebih pintar dari wartawan, semoga saja tidak ada oknum Wartawan yang hanya lulusan SMP dan mewancarai Nara Sumber yang sudah pengalaman dan berpendidikan tinggi. Setidaknya Wartawan Itu lulusan Sarjana, menurut saya minimal SMA yang masih mau belajar lagi meskipun menjalani Pendidikan Jurnalis.

Mari, bagi yang sudah hebat atau mengaku bekerja di Media Yang sudah Terkenal dan Terverifikasi membuka diri bagi mereka yang ingin belajar menambah pengetahuan tentang Pers agar mereka tidak salah dan keliru ketika menjalankan profesinya, dan Mari yang menyadari jika dirinya belum memiliki pengetahuan terkait Pers, juga terus belajar dan menyadari bahwa pengetahuan kita tentang Pers masih rendah. semata mata niat dari yang kita lakukan adalah untuk menuju profesionalisme Profesi Wartawan di Mata dan dihadapan Masyarakat sehingga Profesi Pers bisa dijalankan dengan baik dan benar.

Tidak ada kata Terlambat Untuk belajar meskipun usia tak lagi Muda, Tak ada Kata terlambat berbagi Ilmu pengetahuan kepada siapapun yang membutuhkan.

Selamat Hari Pers ke 75 semoga Pers Indonesia Berkembang menjadi Penyumbang Informasi yang mendidik dan memberi manfaat bagi Rakyat. (**)

*) Penulis Adalah:

1. Ketua SMSI Kab. Bojonegoro
2. Ketua PWI Bojonegoro Periode 2016 - 2019
3. Wartawan di SuaraBojonegoro.com

23 Oktober 2018

Perjalanan Seorang Santri Saat Menaklukkan Tantangan

    Selasa, Oktober 23, 2018  
Penulis : Waris

Awal tahun 1996, saya mondok di Pondok Pesantren Al-Fauzan Dusun Karame’e Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo.

Pondok Al-Fauzan adalah pondok takhassus tahfiz Alquran. Santrinya merupakan utusan dari seluruh kabupaten/kota se Sulawesi Selatan kala itu. Saya sendiri menjadi duta Pondok Pesantren At-tahiriyah Kab. Sinjai.

Pondok terisolir tapi membanggakan. Hanya terdapat satu buah sekolah dasar dengan dinding tersusun dari bilah papan. Selain sekolah ini, ada pula tiga buah rumah; rumah pak Dullah, rumah pak Latto, dan rumah Pung Cenning. Antara rumah Pung Cenning dan dua rumah lainnya berjarak sekitar 500 meter.

Asrama yang kami tempati berada di tengah rumah-rumah itu. Sedangkan masjid tempat mengaji berjarak kurang lebih 300 meter di arah selatan asrama.

Tidak hanya sunyi dan sepi, asrama pondok yang terbuat dari kayu itu pun sangat panas di siang hari dan amat dingin di malam hari. Gangguan serangga (kupu-kupu putih kecil) yang melekat pada badan, pakaian, dan kelambu membuat kami tak bisa tidur karena gatal.

Mesin diesel yang digunakan pondok sebagai pembangkit listrik nyaris setiap malam macet. Jika padam, semua teman-teman takut dan panik karena tidak ada cahaya sama sekali, kecuali kunang-kunang yang hinggap di dinding asrama, seakan meminjamkan percikan cahayanya.

Gonggongan anjing hutan yang seakan mengusir penjelajah malam serta suara burung hantu yang mendominasi kesunyian hutan yang tak jauh dari asrama semakin menambah ketakutan.

Setiap bangun malam untuk menghafal dan murajaah, kami hanya menggunakan senter atau pelita kecil. Asapnya yang berwarna hitam pekat kadang menjadi hiasan di hidung, bahkan mengisi lubang hidung. Tidak jarang napas menjadi sesak disertai batuk.

Di subuh hari, terkadang santri harus mengeluarkan keringat untuk mendapatkan air wudu. Sumber air satu-satunya adalah sumur bor yang mengguanakan pompa tangan manual karena dinamo air tak dapat berfungsi.

Akhir pekan kami tidak seindah akhir pekan anak-anak pada umumnya. Kami diwajibkan mencari kayu bakar untuk keperluan memasak air minum.

Selain itu, secara bergiliran, kami mengambil bekal konsumsi di Ongko (ibu kota desa) dengan menggunakan sepeda. Namun, jika musim hujan, jalan kaki sejauh 4 km pergi-pulang adalah satu-satunya pilihan, sambil memikul beras, ikan masak, sayur, dan minyak tanah.

Rasa rindu yang membuncah di dada makin terasa setelah beberapa bulan berpisah dengan orangtua. Menambah kesunyian batin. Air mata tak jarang membanjiri wajah, menjadi saksi akan perjuangan kala itu.

Bagaimana saya menaklukkan semua tantangan itu untuk menjadi seorang hafiz?

Awalnya, mulai dari proses tahsin qiraah, menyetor hafalan baru dan setoran murajaah juz 1 berjalan dengan baik dan lancar. Bahkan, guru kami Ust. Syahrullah memberikan apresiasi setelah saya diuji coba dengan juz 1 itu.

Namun, “badai” pada akhirnya muncul ketika saya menghafal juz kedua Surah Albaqarah. Dimulai dari ayat 191: واقتلوهم حيث ثقفتموهم yakni halaman 9 pojok kiri atas sampai ayat 196 و اتموا الحج و العمرة لله pojok kiri bawah.

Menghafalkan ayat tetsebut, berat, dan susah sekali bagi saya. Kepala terasa panas dan badan seakan tak bertenaga, sehingga hafalan tak dapat masuk ke hati. Esok harinya, saya berusaha memperbaikinya untuk setoran pagi itu. Namun, kegagalan masih berpihak pada saya. Saya menangis karena teman-teman sudah menyalip jauh.

Mental terganggu. Akhirnya, saya putuskan untuk berhenti. Saya ingin lari meninggalkan Pondok karena stres. Sayangnya, saya tak tahu jalan pulang. Selalu tidak ada pilihan lain, karena itulah saya masih juga tinggal di asrama. Melihat teman-teman tak punya masalah, saya semakin down dan ingin segera melarikan diri, akan tetapi tak tahu jalan dan takut sama guru. Kelak, saya sungguh bersyukur tidak tahu arah pulang kala itu.

Suatu malam, guru kami bangun salat tahajjud. Saya ikut salat di belakangnya dan menikmati bacaannya yang begitu merdu.

Usai salat, saya kembali ke kasur membaringkan badan. Gelisah tak dapat tidur, berpikir antara tetap menghafal atau meninggalkan pondok.

Waktu subuh pun tiba, saya merasakan bantal sudah basah dengan air mata karena dilema “pulang atau tetap tinggal”. Jika tetap tinggal, tak ada gunanya karena hafalan tak bisa masuk. Mau pulang, tak tahu akses. Rasa rindu kepada mama dan bapak makin menggodaku untuk minggat.

Satu setengah jam setelah salat subuh, kami kumpul untuk meyetorkan hafalan. Saya gagal lagi. Aturan guru yang melekat adalah tiga kali tersangkut, maka harus mengulang lagi esok harinya. Saya pun menangis lagi.

Saya akhirnya tidak mau lagi menyentuh Alquran, tidak mau mengaji. Saya tiba di puncak keputusasaan.

Pagi hari itu, usai semua santri menyetorkan hafalan, guru kami bercerita tentang pengalamannya menghafal Alquran di Pannampu Makassar. Beliau bercerita tentang perjuangannya menaklukkan sekolahnya di STM dan hapalan Alqurannya yang harus disetor ke guru dengan berjalan kali melewati banyak lorong.

Mendengar itu, saya tergugah dan mengurungkan niat untuk berhenti. Bahkan, saat itu saya minta guru menggundul kepala saya agar terasa dingin saat menghapal.

Alhamdulillah, setelah melewati halaman 9 juz 2 tersebut, semua menjadi lancar dan sukses khatam 30 juz dalam jangka kurang lebih 1 tahun.

Saya sampikan cerita dan pengalaman pribadi ini untuk para santri yang sementara berjuang.

Ternyata, batu sandungan tidak selamanya menciderai, akan tetapi terkadang membangkitkan semangat juang. Bimbingan seorang mursyid atau guru amat berharga, karena itulah hormati dan muliakan gurumu. Tempat tidak selamanya penentu kesuksesan. Capailah cita-citamu dengan penuh kesungguhan dan kesabaran.

Selamat Hari asantri Nasional (HSN) 2018.
“Bersama Santri Damailah Negeri”. (*/JW) 

08 Juni 2018

Tips Menjaga Pola Makanan Saat Berbuka

    Jumat, Juni 08, 2018  
SeputarBojonegoro.com - Buka puasa dengan makanan seimbang penting karena makanan yang mengisi perut saat berbuka akan membantu puasa di hari berikutnya. Ramadan adalah kesempatan untuk menumbuhkan kebiasaan makan yang baik dan sehat yang akan tetap dilakukan setelah bulan puasa berakhir.
Berikut beberapa kiat untuk menjaga pola makan sehat selama Ramadan, terutama ketika berbuka puasa. Sehingga, pola makan sehat terus terbawa meski bulan puasa sudah berakhir.
1. Minum air putih sebelum berbuka
Minumlah banyak cairan seperti air putih, jus segar, atau susu. Hal ini akan mencegah dehidrasi dan menyediakan cairan penting bagi tubuh. Air putih tetap menjadi sumber hidrasi terbaik. Minum satu sampai dua gelas air sebelum makan dan tidak selama makan untuk menghindari gangguan pada proses pencernaan. Waspadai minuman manis saat berbuka puasa karena mengandung banyak gula dan kalori.
2. Awali buka puasa dengan kurma
Kurma dimakan pada sebelum berbuka, karena kurma adalah sumber gula alami yang bergizi, sehingga mampu memenuhi kebutuhan energi setelah seharian berpuasa. Jika Anda menderita sakit kepala pada saat puasa, kemungkinan besar disebabkan oleh gula darah rendah, maka awali buka puasa dengan dua kurma untuk menambah kadar gula darah.
3. Makan semangkuk sup
Sup salah satu alternatif hidangan yang sehat untuk berbuka puasa. Air dalam sup membantu mencukupi kadar air dalam tubuh. Banyak pilihan sup yang bergizi, seperti sup ayam, sup tomat, sup bawang, yang bisa dikonsumsi untuk berbuka.
4. Jangan lupa sayur di menu berbuka
Sayuran kaya akan vitamin, mineral, dan serat dengan begitu banyak nutrisi dan sedikit kalori. Semakin berwarna sayuran yang dimakan, semakin banyak manfaat kesehatan. Sayuran juga memberi rasa kenyang, sehingga lebih sedikit makanan utama yang dikonsumsi.
5. Pilih karbohidrat yang baik
Selain sayuran, makanan berbuka harus mengandung karbohidrat yang bisa diperoleh dari beras merah, gandum atau roti dan kentang. Karbohidrat kompleks memberikan sumber energi yang lebih stabil dan berkelanjutan di samping serat dan mineral.
6. Pilih protein tanpa lemak
Selain karbohidrat, kandungan yang harus ada saat berbuka adalah makanan yang mengandung protein baik yang mudah dicerna dan mengandung semua asam amino esensial. Tubuh membutuhkan protein untuk membangun dan mempertahankan massa otot.
Daging sapi, susu, yogurt, telur, keju, ikan dan jenis unggas lainnya mengandung protein berkualitas tinggi. Sertakan ikan, ayam tanpa kulit atau kalkun dan susu rendah lemak untuk dikonsumsi sebagai makanan untuk berbuka. Bagi vegetarian, bisa dipilih protein nabati seperti kacang-kacangan.
7. Jangan kalap saat berbuka puasa
Jangan terburu-buru saat makan. Setelah berpuasa selama satu hari penuh, terlalu banyak makan sat berbuka bisa menyebabkan gangguan pencernaan dan masalah lambung lainnya. Meski merasa lapar, usahakan tetap makan sesuai dengan porsi makan biasa. Mengontrol ukuran porsi makan adalah kunci untuk tetap sehat dan mencegah penambahan berat badan.
8. Hindari makanan tinggi lemak, garam dan gula
Jauhi makanan berat untuk berbuka puasa yang mengandung lemak, garam dan gula tambahan yang tidak sehat. Saat memasak, buat resep Ramadan favorit Anda lebih sehat dengan cara memanggang, mengukus, dan merebus. Tambahkan racikan bumbu dan rempah-rempah untuk memberi rasa makanan. Ganti minuman manis dengan gula alami dalam buah-buahan, buah kering dan salad buah.

(tirto.id - dip/dip)

28 Januari 2018

Meneropong Kepala Daerah Idaman 2018 Bojonegoro

    Minggu, Januari 28, 2018  
Oleh: Ahmad Sholikin


suarabojonegoro.com - Pilkada serentak tahun 2018 akan lebih besar daripada Pilkada sebelumnya. Sebanyak 171 daerah akan berpartisipasi pada ajang pemilihan kepala daerah tersebut. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada di 2018. Dari Pilkada tersebut ada Pemilihan Kepala Daerah Bojonegoro yang menarik perhatian. Pasalnya Bojonegoro kini menjadi primadona Pemerintahan Pusat, sebagai penghasil minyak utama Indonesia. Bojonegoro menjadi incaran setelah ditemukannya lapangan Banyu Urip Blok  Cepu yang merupakan lapangan minyak terbesar di Indonesia saat ini. Sebanyak 2/3 Blok Cepu berada di wilayah Bojonegoro.

Pilkada Bojonegoro 2018 adalah momen yang sangat penting bagi warga Bojonegoro, karena dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) mereka memilih figur yang akan memimpin Bojonegoro. Sebagai bagian dari proses demokrasi, Pilkada juga dituntut untuk menghasilkan pemimpin yang dapat mengemban amanah dan mandat warga Bojonegoro. Pilkada, selain sebagai ritual sirkulasi elite juga harus bisa memberikan kesejahteraan bagi warga Bojonegoro.

Daftar nama-nama Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati yang telah terdaftar di KPU Bojonegoro, diantaranya; Mahfudoh-Kuswiyanto (PAN, Hanura dan NasDem), Muawanah-Budi Irawanto (PDI-P & PKB), Soehadi Moeljono-Mitroatin (Demokrat & Gokar), Basuki-Pudji Dewanto (PPP & Gerindra). Warga Bojonegoro berhak untuk mendapatkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mampu mengelola Sumber Daya Alam Minyak dan Gas untuk meningkatkan kesejahteraannya. Penajaman akan ukuran maupun kriteria pemimpin di Bojonegoro adalah bagian untuk memperkuat literasi politik warga, di tengah potensi ancaman penyebaran sentimen sektarianisme maupun kabar fitnah (hoax) yang saat ini menjadi tren yang menghancurkan kehidupan politik. (Kusman : 2017).

Peluang dan Tantangan.

Menjadi Kepala Daerah Bojonegoro setidaknya harus memahami beberapa poin strategis yang harus dikelola dengan terukur, seksama, dan cerdas agar dapat mewujudkan kesejahteraan bagi warga Bojonegoro. Tulisan ini berfokus untuk mendiskusikan persoalan pengelolaan sumber daya alam dan kesejahteraan bagi warga Bojonegoro. Berkaca dari beberapa wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah seharusnya Bojonegoro memiliki pertumbuhan yang cepat, memiliki tingkat kemiskinan yang rendah, dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Namun demikian, Bojonegoro hingga saat ini cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, tingkat kemiskinan yang lebih tinggi, dan kesejahteraan yang rendah. Fenomena inilah yang disebut sebagai kutukan sumber daya alam (natural resource curse).

Potensi minyak mentah yang ada di Bojonegoro diperkirakan lebih besar dari data yang ada. Blok Cepu mengandung cadangan Migas sebesar 7,7 triliun kaki kubik minyak bumi atau setara 650 juta barel. Hasil penelitian terbaru dari Kementrian ESDM menunjukkan bahwa cadangan minyak mentah lapangan Banyu Urip sekitar 520 Juta barel dan ada kemungkinan cadangannya sekitar 729 juta barel (Tirto: 2017). Kabupaten Bojonegoro harus belajar dari Kalimantan Timur dan Riau, dengan cadangan minyak yang sudah menipis tetapi belum bisa memberikan kesejahteraan kepada warganya. Hal ini nampak pada nilai TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) di Kalimantan Timur sebesar 7,95 persen. Sedangkan di Riau secara keseluruhan TPT di perkotaan dan perdesaan sebesar 7,43 persen. TPT di Riau dan Kalimantan Timur jauh lebih tinggi dari rata-rata pengangguran terbuka nasional pada Agustus 2016 sebesar 5,61 persen, dan 5,50 persen pada Agustus 2017. Masih cukup tingginya tingkat pengangguran menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia belum mampu menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Hal ini terkait dengan jumlah lapangan kerja yang terbatas dan adanya kecenderungan penyerapan tenaga kerja dengan keahlian khusus.

Kutukan sumber daya alam adalah suatu kondisi dimana terdapat penurunan kinerja sosial dan ekonomi pada daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Ada tiga bentuk kutukan yang biasanya diidap oleh sebuah wilayah dengan Sumber Daya Alam yang melimpah, diantaranya; Pertama, “Dutch Disease” merupakan booming sumber daya alam akan menghambat pertumbuhan sector manufaktur dikarenakan adanya penguatan nilai tukar dan pergeseran faktor produksi ke sumber daya alam. (Neary dan van Wijnbergen, 1986). Pada tahun 2016 Bojonegoro memiliki APBD sebesar Rp3,6 triliun, yang merupakan terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya, mengalahkan Malang, Sidoarjo dan Gresik. Adapun pada tahun 2015, realisasi APBD Bojonegoro mencapai Rp2,8 triliun, dengan rincian dana bagi hasil yang berhubungan terkait migas mencapai Rp842 miliar  atau sebesar 30 persen dari total APBD (Tirto: 2017). Hal ini menunjukkan betapa APBD bojonegoro sangat dipengaruhi oleh keberadaan Sumber Daya Alam Migasnya, karena hampir 30 % menyumbang dari total APBD. Hal ini jika tidak diimbangi dengan kebijakan untuk mengembangkan sector non-migas bisa menjadi kutukan bagi pemilik sumber daya alam seperti Bojonegoro.

Kedua; adalah rent seeking merupakan dampak negatif sumber daya alam terhadap ekonomi dikarenakan aktifitas ekonomi yang berhubungan dengan sumber daya alam. Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan sumber daya alam membuat aktifitas enterprener bergeser kepada basis sumber daya alam dibandingkan mengoptimalkan output pada sektor manufaktur (Torvik, 2002). Jika dihitung berdasarkan dana transfer pemerintah pusat ke Bojonegoro (termasuk DAU dll) totalnya mencapai  Rp1,958 triliun atau sebesar 65,3 persen. Nampak ketergantungan APBD Bojonegoro pada transfer dana dari pusat dengan kontribusi PAD hanya sebesar R 337 miliar atau 11,23 persen. Melimpahnya anggaran daerah tidak berimbas pada perbaikan ekonomi masyarakat. Pada tahun 2015 angka kemiskinan di Bojonegoro justru naik menjadi 15,71 persen dibandingkan tahun 2014 sebesar 15,48 persen.

Ketiga; adalah lemahnya institusi pemerintah merupakan kutukan sumber daya alam yang akan terjadi jika institusi pemerintah relative lemah. Mahlum et al (2006) menyatakan bahwa institusi pemerintah yang kuat akan mencegah terjadinya kutukan sumber daya alam, walaupun kekayaan sumber daya alam ini sebenarnya justru yang melemahkan institusi pemerintah. Sebagai contoh untuk melihat lemahnya institusi di Bojonegoro dapat dilihat dari sisi dana pendidikan. Pada tahun 2016 total anggaran Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro mencapai Rp 907,8 miliar atau sudah mencapai 25% dari total APBD, melebihi amanat konstitusi sebesar 20%.  Sayangnya, porsi anggaran terbesar di dinas pendidikan Bojonegoro untuk belanja gaji yang mencapai Rp 834 miliar atau sekitar 92 persen dari keseluruhan anggaran. Akibatnya alokasi belanja langsung pendidikan hanya sekitar Rp73,8 miliar. Tentu untuk Kabupaten yang memiliki luas wilayah nomor 4 di Jawa Timur dengan jumlah penduduk 1.249.578 dan siswa pendidikan SD sd SMA yang sederajat sebanyak 234.160 orang, maka anggaran langsung sektor pendidikan sangat minim. Akibatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Bojonegoro termasuk rendah dibandingkan rata-rata nasional (Tirto: 2017).

Sumber daya alam yang melimpah akan menjadi berkah ketika pemimpin Bojonegoro nantinya bisa menghindarkan daerahnya dari kutukan sumber daya alam. Bojonegoro bisa terhindar dari kutukan sumber daya alam tersebut, jika pemimpinnya adalah seorang yang memiliki modal politik yang kuat, seorang negosiator ulung, mampu mentransformasikan sebuah kebijakan yang pro rakyat miskin, serta memiliki inisiatif, adil, dan peduli. Disisi lain ia akan menjadi kutukan sumber daya alam, ketika Bojonegoro yang bertumpu pada industri migasnya hanya menjadi bertemunya praktik kolusi dan perilaku predatoris di mana pelakunya bukan hanya berasal dari ranah ekonomi an sich seperti pengusaha namun juga melibatkan  para aktor politik (anggota DPRD, partai politik) dan aparat negara (birokrat) setempat (Aspinall & Klinken: 140). Dengan demikian, pengelolaan atas potensi kekayaan sumber daya alam di Bojonegoro bagaikan pedang bermata dua yang harus dipertimbangkan untuk kemakmuran warga Bojonegoro 5 tahun kedepan.

Kepala Daerah Idaman 2018 untuk Bojonegoro

Berdasar peluang dan tantangan diatas, setidaknya syarat atau kriteria pemimpin idaman 2018 bagi Bojonegoro harus menjadi catatan penting bagi warga Bojonegoro untuk memilih pemimpinnya. Setidaknya ada tiga hal penting yang patut dipertimbangkan warga Bojonegoro dalam menentukan siapa yang akan menjadi kepala daerah di  Kabupaten yang dikenal dengan sebutan Laskar Angkling Darmo pada 2018 sampai lima tahun kedepan.

Pertama, warga Bojonegoro berhak mendapatkan kriteria pemimpin yang memiliki modal politik yang kuat. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih bisa berasal dari parpol yang tidak menguasai suara mayoritas di DPRD. Akibatnya adalah jika seni leadership dan kemampuan komunikasi politiknya lemah, berpeluang untuk dimain-mainkan bahkan sangat mungkin dicari-cari kesalahan oleh DPRD untuk dijatuhkan kepemimpinanya. Juga, sangat berpeluang terjadi disharmonisasi antara kepala daerah dengan DPRD; yang terjadi bukan bagaimana mengefektifkan penggunaan kekuasaan, tapi adalah bagaimana memperebutkan kekuasaan untuk kepentingan politik sesaat (the politics of opportunities).

Kedua, pemimpin yang berkarakter seorang negosiator yang handal dan ulung. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bojonegoro 2018 diproyeksikan Rp 3,4 triliun. Jumlah itu lebih banyak dibanding tahun 2017 yang hanya Rp 3 triliun. Perbedaan besaran anggaran tersebut terletak pada nilai dana bagi hasil (DBH) migas. Tahun ini, DBH migas dipasang 100 persen. Sedangkan tahun lalu hanya dipasang 70 persen. Ini artinya tingkat ketergantung Kabupaten Bojonegoro dengan DBH Migas sangat luar biasa, maka dibutuhkan koloborasi figur pemimpin yang mampu menjadi seorang negosiator ulung. Sehingga dalam Pilkada 2018 ini kita membutuhkan nahkoda yang berpengalaman mengelola dan menembus birokrasi untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat, dan kita membutuhkan kombinasi yang mampu mengelola potensi Bojonegoro secara revolusiner, efisien dan profesional. Secara eksplisit kita membutuhkan pasangan Birokrat (?) yang bersih & berpengalaman dengan pengusaha.

Ketiga, pemimpin di Bojonegoro juga harus memiliki kemampuan dalam mentransformasikan gagasan dan kebijakannya dalam memberikan kesejahteraan bagi warga Bojonegoro. Menurut Bass dan Avolio (1994) ada empat ciri atau karakter pemimpin transformatif, yakni Idealized influenced adalah sosok yang meletakkan kepentingan rakyat diatas kepentingan pribadinya. Selanjutnya dengan inspirational motivation  yang dimilikinya, ia tampil sebagai inspirator dan motivator yang selalu mengompori rakyatnya menuju tingkat yang lebih tinggi. Dan dengan intellectual stimulation, pemimpin transformatif mendorong rakyat untuk selalu kreatif dan inovatif dalam mencari cara baru yang lebih efektif dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dengan cermat dan rasional. Serta dengan individualized consideration yang dimilikinya, seorang pemimpin transformatif tampil sebagai penengah yang mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi rakyat dan bukan menjadi bagian dari persoalan itu sendiri. (*)

*) Penulis Adalah Lecturer at Politics and Government Programs
Faculty of Social Sciences and Political Sciences
Darul 'Ulum of 
Islamic University

26 Januari 2018

Tegakanya Keadilan Pemilu, Terletak Pada Solidnya Pengawas Pemilu

    Jumat, Januari 26, 2018  
Oleh: Ali Mahmudi

suarabojonegoro.com - Menyongsong pesta demokrasi  yang akan dilaksanak pada 27 juni 2018, yakni pemilihan  Gubernur/wakil gubernur  dan pemilihan kepala daerah.Khususnya kepala daerah  kota minyak. Banyak persiapan yang disiapkan  oleh Badan Pengawasan Pemilu Kabupaten (Bawaslukab).
Antara lain rekrutmen Pengawasan Pemilihan Kecamatan(Panwascam). Sementara itu banwaslukab juga menekanakan panwascam agar melaksanakan tugasnya  yang  sesuai dengan  UU No 15 tahun 2011 dan peraturan bawaslu No 10 Tahun 2012: tentang pembentukan Pengawas Pemilihan Llapangan(PPL).  Hinga ahirnya panwascam  membuat  elemen pengawasan  di  ranah desa.

Pengawas Pemilih Lapangan(PPL).
Dalam pelaksana rekrutmen  dari 28 delapan kecamatan di kota minyak .  salah satunya Kecamatan Sumberrejo, yang diikuti  81 peserta  dari 26 desa. proses seliksi yang cukup memnguras tenaga dan fikiran , mereka saling beradu kemampuan . Mulai dari kempuan pribadi dan pengalaman hingga kemampuan masing masinh peserta Jumat (12/01/2018).

Tak berhenti disitu   setelah  semua peserta dinyatakan lulus administrasi mereka juga harus melakukan tes wawancara. Dimana mereka  harus menunjukan  pegetahuan meraka terkait undang undang pemilihan  yang ada di indonesia.

"komisioner yang di ujung selatan itu lho yang  cukum garang, eh maklum  gelarnya S hum (pak. Arif abdullah )," pungkas salah seorang peserta.

mendengar celotehan  pemuda   yang  ikut serta dalam  tes wawancara, memang geli sekaligus menegangkan. Sebab dalam tes wawancara  kali ini banyak sekali peserta yang mendaftar namun hanya 26 pengawas  saja yang dibutuhkan.

‘’Pemilihan umum datang lagi. Perdamaian universal dikumandangkan, dan rubah (anjing utan) menunjukkan satu minat yang tulus untuk memperpanjang hidup unggas (yang menjadi santapannya)’’ ~George Eliot, novelis Inggris,
Mungin perkatana novelis inggris diatas  memang perumpamaan tepat . kenapa lembaga pengawasan pemilu seperti Bawaslu pusat hingga Panwascam sangatlah berhati hati dalam menrekrut pengawas di tataran pedesaan. Sebab pengawasan di tataran desa adalah  ujung tombak dari  pengawasan  keadailan pemilu.

Setelah  berjam jam proses tes wawancara. ahirya  hanya 26 peserta   yang dinyatakan lolos untuk megisi tenaga pengawas pemilih lapangan di masing masing dese se kecamatan sumberrejo.

Sementara itu dari 26 peserta yang lolos. Mayoritas dari golongan tenaga pengajar di instansi pendidikan Di Desa masin  masing, seperti  pengawas dari desa kedungrejo. Sebut saja  khanif anssori. pria yang berpenampilan cepak dan berbadan dempal tersebut  dinyatakan lolos oleh komisioner panwascam.

Terlihat senyum bahagia di raut wajah  yang di bilang  pas pasan. karna melihat namanya lolos sebagai ppl.selang beberapa waktu nama nama yang  ada di papan pengumuman  mulai merapatkan barisan mengenal satu sama lain.

Terlihat keakrapan mulai terjalin diantara mereka saat saling berkumpul. Mulai nampak dalam permukaan, pembahsan diluar  profesi sebahai pegawas juga tanggungjawab sebagai PPL.
Tak berhenti disitu keakrapan semain terjalin saat mereka sudah dilantik  oleh Bawaslukab Bojonegoro. Banyak canda tawa  juga  saling mendiskusiskan  permasalahan  yang ada di desa meraka masing masing.

 Dan yang paling menggelitik lagi saat mereka di haruskan untuk  melampirkan surat ketarangan  tidak gila/waras sebagai pelengkap persyaratan administrasi, sematara itu untuk meendapatkan surat tersebut  mereka  harus melalui tes kerohanian . yang disepakati oleh  meraka dilakukan di jawa tengah.tepatnya di RSUD SOEPRATO, cepu.

Dalam pelaksanaan tes tersebut cukup memakan fikiran sebab meraka harus  mengeluarkan  biaya   untuk melaksanakan tes tersebut. Dan biayatersebut  juga bisa dibilang cukup mahal melihat kasta mereka yang sebagian besar ayoritas guru honorer
“ pak gimana  sudah dapat pinjeman atau belum “ pungkas  salah seorang pengawas yang menyapa teman temannya yang sedang asyik mengalihkan kebingungan mereka dengan  menikmati secankir kopi dan seglinting daun surga.

Senin 22/01/18, seluruh peserta PPL dari kecamatan Sumberejo berkumpul didepan sekertariat Panwascam. Untuk segera berangkat, untuk melaksanakan tes kerohanian tepat pada pukul 11.00 wit mereka selesai melaksanakan  tes tersebut.

"Ini dapat gaji berapa  kok sudah mengeluarkan segitu banyaknya”.gumam salah satu ppl dari desa Ngampal.

 Sehari setelah tes dilaksanakan  ahirnya kabar gembira terdengar oleh seluruh  ppl se kecamatan sumberjo  bahwa  mereka dinyatakan lolos semua . sontak seketika grup whats up yang dibuat oleh panwasca ramai  dengan celotehan  para Ppl.
‘’bapak ketua harus klarifikasi,” celoteh maskur  karna ada  salah satu rekannya yang dinyatakan  adaganguan jiwa yang nyata.

 Ada pulah rekan  lain yang menjawab komen dari  pak maskur yang menggeletik telinga dan otak anggota ppl  yang lain.

"Sudah lama apa kumat lagi, atau salah minum obatnya “ guraunya pada mas agus ppl  dari desa wotan.

Melihat pesan  grup yang dibuat  oleh panwascam . mungkin  tertawa hingga terpingkal pingkal karna celotean dari anggota PPL nya.  Dan  khususnya p. Rosyadi karna belia selalu inten dalam  memantau anggotanya.

Tetapi dengan terjalinya kemistri yang semakin  erat semoga ini jadi pijakan kesolitan ppl yan ada di kecmatan sumberrejo, dalam mengawal keadilan  pemilu. Sesuai  tag line dari bawaslu pusat.

"Bersama rakyat  awasi pemilu bersama bawaslu tegakkan keadilan pemilu.”

Semoga jargon tersebut menjadi nyata dengan kerja bersam saling kordinasi dan saling memberi pengarah pada teman teman yang lain. Selain itu penting juga kita ingat.

“ jangan lupa ngopi, karna secangkir kopi satukan  kesadaran pengawas.” Celetu mas eko ppl dari karngdinoyo. (*)

19 Januari 2018

Semakin Canggihnya Alat Komunikasi

    Jumat, Januari 19, 2018  
Oleh : Hartati


suarabojonegoro.com - Berbicara tentang alat komunikasi memang tidak akan pernah ada habisnya. Alat komunikasi dari tahun ke tahun akan selalu mengalami peningkatan. Masih teringat pada zaman dahulu alat komunikasi yang sering digunakan ialah alat-alat tradisional, salah satunya adalah kentongan. Kentongan adalah alat komunikasi yang terbuat dari bambu, penggunaan kentongan dengan cara dipukul.

Kentongan merupakan alat komunikasi yang terbuat dari bambu yang bisa membuat warga menjadi guyub rukun. Karena apabila ketika kentongan tersebut dibunyikan, maka dengan otomatis warga langsung berbondong-bondong menuju ke arah sumber suara, biasanya kentongan diletakkan di pos ronda atau tempat pos penjagaan. Namun sekarang kentongan banyak yang sudah tidak digunakan, mungkin masih digunakan di daerah-daerah pedesaan atau daerah-daerah yang jauh dari kota. Hal ini karena saat ini terdapat alat komunikasi yang lebih canggih, yaitu gadget atau hp. Gadget adalah suatu piranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya. Namun sebelum gadget ada yang namanya telepon genggam yang berfungsi untuk telepon dan sms. Berbeda dengan gadget, gadget ini lebih luas lagi kegunaannya.

Dengan adanya gadget, orang-orang dalam berinteraksi lebih mudah, cepat, praktis, dan lebih rahasia. Masyarakat tidak perlu tatap muka satu sama lain untuk membicarakan sesuatu. Namun dampak yang ditimbulkan tidak selalu positif, ada juga dampak negatif yang ditimbulkan oleh alat komunikasi yang lebih canggih ini, salah satunya adalah mengurangi kemampuan interaksi sosial masyarakat, menimbulkan rasa malas untuk bersosialisasi dengan orang lain dan lingkungan sekitar.

Bagaimanapun juga, segala bentuk dampak yang ditimbulkan oleh alat komunikasi yang canggih ini positif atau negatifnya tergantung pada bagaimana kita dapat menyaring segala informasi yang kita peroleh dari alat komunikasi tersebut. Dampak yang ditimbulkan setelah penggunaan alat komunikasi, yaitu berasal dari kita si pengguna alat komunikasi tersebut. (*)

*) Penulis adalah Mahasiswi IKIP PGRI Bojonegoro

Kids Zaman Now

    Jumat, Januari 19, 2018  
Oleh : Ika Vya Diani

suarabojonegoro.com - Dari segi bahasa kids dan now merupakan kaa yang berasal dari bahasa Inggris. Kids artinya anak-anak , dan now  artinya sekarang. Yang menjadi aneh kedua kata tersebut justru di gabung kedalam satu kalimat  dengan kata ‘zaman’ yang berasal dari bahasa Indonesia.Tapi inilah yang membuatnya menjadi lucu. Kids  Zaman Now makdsudnya anak-anak zaman sekarang .

Anak jaman sekarang atau akhir-akhir ini di sebut kids  zaman now yang sedang viral ini awalnya diunggah oleh akun palsu dengan nama Seto Muliyadi. Kita ketahui Seto Muliyadi adalah pemerhati dan psikolog anak.

Lalu apakah benar banyak mengkonsumsi micin itu bikin kita bodoh?. Paradigma muncul dimasyarakat teryata salah. Micin mengandung zat yang disebut dengan Glutamat. Glutamat merupkn asam Amino yang dibutuhkan oleh tubuh yang berperan penting membentuk protein.

Kemudian apabila kids zaman now mengkonsumsi micin apakah tidak boleh diperbolehkan menurut World Health Organization (WHO) micin akan aman dikonsumsi jika tidak melebihi 6 gram perhari.

Mungkin penyebab anak-anak terlihat bodoh terutama kids zaman now yang sering dikaitkan dengan generasi micin yaitu rusaknya pergaulan kemudian mereka bergaul sudah keluar dari frame pergaulan yang sebenarnya. Usia tidak menjadi penghalang untuk bergaul  bagi mereka, tidak mempunyai etika dll yang sedang marak sekarang ini bersumber dari pergaulan bebas dan kurangnya peran orang tua dalam mendidik dan mengawasi anak-anaknya.

Di zaman now jadi remaja serba susah persepsi buruk masyarakat menempatkan remaja sebagai penghancur dunia. Padahal remaja itu masa pencarian jati diri, makanya sering sekali mencoba-coba. Rasa ingin tahu semuanya berjalan benar. Adakalanya berujung pada pemberitaan banyaknya remaja yang suka tawuran, narkoba, pencurian pacran yang melewati batas.

Ada apa dengan generasi kids zaman now ? apakah mereka mencari perhatian lebih melalui media sosial atau ingin terkenal menjadi bintang sosmed. Tentunya kita diciptakan untuk meraih sebuah tujuan mulia dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah  kepadaku. (Adz Dzariyat:56).

*) Penulis adalah Mahasiswi IKIP PGRI Bojonegoro
Foto Ilustrasi: bforbel.com

18 Januari 2018

MENGADUK KOPI DENGAN KONEKSI

    Kamis, Januari 18, 2018  
Oleh : M Abid Amrullah 

suarabojonegoro.com - Masyarakat Indonesia yang memiliki begitu banyak keanekaragaman yang luar biasa baik dari tradisi, kesenian, budaya dan lain sebagainya. Nenek moyang kita menciptakan sebuah tradisi ataupun budaya bukan lain sebab di dalamnya selalu di selipkan sebuah  pesan maupun tujuan yang baik. Semua budaya bisa ada sekarang sebab dahulu kala pernah terjadi dan kita sebagai masyarakat setelahnya di tuntut untuk bisa melestarikannya. Seperti halnya budaya masyarakat Indonesia yaitu ngopi.

Ngopi adalah sebuah istilah bagi aktivitas sekelompok orang pecinta kopi. Dimana kebanyakan dari mereka menikmatinya di sebuah tempat atau warung sembari berdiskusi ataupun berbincang-bincang dengan sesama. Tetapi istilah ngopi sekarang sudah tidak terprioritas pada minum kopi saja, ngopi menjadi istilah bagi sekelompok orang untuk berkumpul walau di situ tidak semua menikmati kopi.

Kopi tak pernah sekali pun ia memilih siapa yang layak untuk menikmatinya. karna baginya kopi kita semua sama, bahkan secangkir kopi bisa tak terbeli saat hangatnya  persahabatan dan persaudaraan. Kebersamaan dapat di rasakan ketika duduk berkumpul bersama dalam satu majelis.

Perkataan anak jaman sekarang “kuat di lakoni nek gak kuat tinggal ngopi “ melihat dari perkataannya tergambar begitu mudahnya untuk berputus asa. Tak ada semangat juang untuk mencapai apa yang di inginkan, jika tidak mampu ya di tinggal ngopi saja. Menandakan kelemahan dalam berusaha dan berupaya.

Di sisi lain kehadirannya juga memunculkan semangat baru, semangat yang mulai kendor di saat kelelahan mulai menerjangnya. Memberi suntikan nyawa baru ketika kehangatannya mulai dirasa.
Sebuah kopi biasanya tak bisa di pisahkan dari patner setianya yaitu rokok. Kebanyakan dari mereka pecandu kopi ia pun juga perokok  Aktif maupun pasif. Walau ada juga sebagian kecil yang tidak merokok.

 Ngopi sebuah aktivitas yang bisa di katakan rutinitas setiap saat. Bagi pecandunya terasa ada yang kurang apa bila dalam sehari saja belom ngopi. Kopi mendarah daging pada pecintanya seakan tak ada hari tanpa secangkir kopi.
Perbedaan pun mulai nampak di saat ngopi, jaman dulu ngopi menjadi aktivitas dan rutinitas kebanyakan orang-orang tua. Rame, gaduh, banyak omongan itu sudah menjadi ciri khas warung kopi orang tua jaman dulu. Dulu warung kopi terpenuhi wajah-wajah tua.

Tetapi berbeda halnya dengan dewasa ini. Budaya ngopi menjadi ciri khas anak jaman sekarang. Mereka dengan umur yang masih muda seperti itu menganggapnya ngopi sebagai rutinitas bahkan menjadi hal yang wajib untuk seumuran mereka . Bahkan sampai bisa melupakan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Dan apabila kita perhatikan anggota jamaah ngopi sekarang ini kebanyakan adalah anak-anak muda, jumlahnya lebih mendominasi di bandingkan dengan orang tua. Bahkan seusia anak SMP sudah menjadikan ngopi sebagai rutinitasnya.

Tetapi di sadari atau tidak bahwa yang mereka cari bukanlah semata-mata kopi ataupun diskusi, melainkan sebuah koneksi wifi. Bagaimana nasib negri ini di masa yang akan datang sedang Generasi penerus bangsa di masa mudanya di sibukkan dengan bersantai ria sekedar ngopi untuk sarana mencari fasilitas wifi gratis yang di sediakan warung-warung atau kafe.
Bahkan sering kita jumpai anak-anak sekolah yang bersantai-santai layaknya orang tanpa beban dan tanggung jawab berada di warung kopi wifi pada jam-jam sekolah. Siapakah yang salah di sini? Apakah pihak sekolah ataukah peran orang tua.

Sedangkan anak begitu menikmati kesibukannya di warung wifi tanpa memikirkan tanggung jawab dan tugasnya sebagai seorang pelajar.

Bukan berarti pelajar tugasnya harus belajar terus dan tak boleh melepas penat dengan sekedar ngopi. Tetapi ada waktu dan juga batasan-batasannya, bukan malah melalaikan perihal kewajibannya. Seperti halnya di saat malam hari ketika seorang pelajar biasanya mengerjakan pekerjaan rumah atau PR dan menyiapkan pelajaran besok di sekolah bukan malah begadang hingga larut malam bahkan hingga pagi dengan tujuan yang tak jelas, sekedar ngopi dan bungkam di jejal koneksi.

Ada juga yang bilang tatkala ngopi wifi ia sedang mencari koneksi untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Tidak ada yang salah dari sini tetapi kenapa waktu yang mereka gunakan di saat-saat yang tidak tepat. Di jam sekolah, di malam hari hingga larut bahkan pagi.

Tidak ada larangan bagi mereka jika hanya sekedar ngopi dan juga mencari koneksi wifi, tapi juga harus di perhatikan tentang waktu dan juga kewajibannya yang lain. Yang terpenting jangan sampai melalaikan kewajibannya sebagai seorang kader penerus bangsa. Kehidupan mereka masih panjang bukan hanya duduk depan cangkir saja, ada kegiatan lain yang lebih bermanfaat di luaran sana di banding hanya dengan duduk bersimpuh menyembah cangkir dan memuja koneksi serta menuhankan hp. (*)


*) Penulis mahasiswa STAI ATTANWIR Bojonegoro program studi Bimbingan Konseling Islam semester 1

13 Januari 2018

Bahaya Merokok di Kalangan Remaja

    Sabtu, Januari 13, 2018  
Oleh: Yupita


suarabojonegoro.com - Latar belakang dari permasalahan rokok yaitu semakin meningkatnya perokok di usia remaja yang berdampak negative bagi kesehatan remaja. Anak-anak sekolah yang masih berpakaian seragam sekolah juga ada yang melakukan kegiatan merokok. Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan. Apalagi sudah menjadi masalah nasional, dan bahkan internasional. Di tinjau dari segi kesehatan merokok harus dihentikan karena menyebabkan kanker dan penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan kematian, oleh karena itu merokok harus dihentikan sebagai usaha pencegahan sedini mungkin.

Bagi remaja pria, mereka menganggap bahwa merokok merupakan ciri kejantanan yang membanggakan, sehingga mereka yang tidak merokok malah justru diejek. Di Indonesia kegiatan merokok seringkali dilakukan individu dimulai di sekolah menengah pertama, bahkan mungkin sebelumnya. Kita sering melihat di jalan atau tempat yang biasanya dijadikan sebagai tempat “nongkrong” anak-anak tingkat sekolah menengah banyak siswa yang merokok. Bahkan menurut mereka merokok merupakan hal yang harus bahkan wajib dilakukan setiap hari. Tidak peduli bagiamana sulitnya mencari uang untuk membeli sebungkus rokok, bahkan mereka tidak segan-segan untuk menyisihkan uang jajan yang diberikan orang tuanya.

Bagi remaja yang masih dibawah umur atau masih berada di sekolah menengah biasanya mereka melakukannya di kamar mandi sekolah atau bahkan di kantin sekolah. Mereka tidak menghiraukan peraturan yang ada, seringkali guru BK memberi peringatan bahkan memanggil orang tua meraka ke sekolah. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat mereka jera dengan hukuman tersebut bahkan masih saja ada siswa yang mengulanginya lagi.

Alasan siswa tersebut merokok adalah karena faktor lingkungan dan pergaulan. Apabila dalam suatu kelompok siswa telah melakukan kegiatan merokok maka siswa yang lain merasa harus mengikuti kegiatan merokok. Karena jika mereka tidak mengikuti kegiatan merokok meraka akan dianggap sebagai orang asing.
Menurut saya, penting untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya merokok bagi kalangan  remaja, karena meroko bisa merusak organ tubuh dan juga peningkatan pengetahuan remaja mengenai bahaya rokok sehingga mampu mendorong remaja Indonesia untuk hidup bebas rokok dan dapat menbantu Indonesia untuk berhenti merokok. (*)


*) Penulis adalah Mahasiswa IKIP PGRI Bojonegoro Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan semester 1

11 Januari 2018

SEMANGAT KAYU JATI BUKAN JERAMI

    Kamis, Januari 11, 2018  
Oleh : M. Abid Amrullah


suarabojonegoro.com - Kemalasan mungkin muncul ketika air kehidupan turun dengan pasukanya. Di anggapanya kedatanganya adalah penghalang, penghambat, penunda, pengganggu, dan lain sebagainya. Padahal apabila kedatanganya lama tak kunjung datang ia selalu di harapkan kehadiranmu bahkan dalam setiap doa selalu terselip namamu untuk segera bertemu.

Kecil jadi kawan besar jadi lawan kata-kata ini mungkin pantas disandang oleh air, kebutuhan akan dirinya selalu pasti tapi hanya sebatas tidak untuk berlebih-lebihan, begitupun saat dia ada banyak bahkan melebihi ambang maksimum sepet halnya hujan yang turun dengan intensitas cukup tinggi dengan membawa pasukanya, masyarakat tepi bengawan solo pun tak bisa tidur nyenyak sebab khawatir, cemas itu pasti.

Air , bisa di katakan sumber kehidupan yang sangat penting. Bukan hanya untuk manusia tetapi seluruh makhluk hidup yang ada di permukaan bumi ini butuh dan juga perlu air tetapi kehadiranya melalui proses hujan yang tiba-tiba di anggap sebagai pengacau segala sesuatu, ikan asin tak kunjung kering, keripik tak juga kering, garam tak kunjung jadi, baju tak kunjung kering, bahkan saat sekolah baju jadi basah ketika di jalan terguyur hujan. Mau berteduh takut telat jadi apa boleh buat hujan ya hujan dengan air membasahi tubuh ini yang rapuh.
Air menggenang memicu mudah hancurnya sesuatu, begitupun semangat juang kita sebagai pelaku agen penerus perjuangan bangsa kadang-kadang juga ikut hancur bahkan terasa lumpuh jika air datang dari langit bagaikan kertas yang tercelup dalam kubangan air comberan.

Sebagai kader penerus bangsa kita selalu di tuntut untuk tetap semangat dan juga giat dalam melakukan aktivitas sehafi-hari, jika saat ini kita masih dalam taraf pelajar maka semangat juang kita dalam bersekolah harus selalu menyala, bukan malah padam di terjang hujan rintik. Jangan sampai kita dengan begitu mudahnya terpadamkan semangat juang hanya dengan seciprat air kasih dari Tuhan. Malah kita harus bisa membuktikan kepada Tuhan jika air kasih darinya mampu mendongkrak semangat kita, mampu memotivasi diri kita dalam menjalankan kewajiban. Sekolah menjadi lebih semangat jika hujan turun bukan malah loyo dan malas berangkat sebab takut basah, takut basah masih bukan pelajar jaman now yang di katakan pelajar jaman now itu yang nggak takut basah di kala hujan turun, malah saat itu semangatnya semakin menguat bagaikan kayu jati yang selalu terendam air.

Suatu keharusan bagi kita untuk meniru sebuah kayu jati, semangat yang tak kunjung padam di kala hujan turun bukan malah ciut nyalinya seperti halnya jerami. Kayu jati semakin banyak terkena air maka akan semakin kuat tetapi berbeda halnya dengan sebuah kayu padi atau jerami jika ia terkena air maka kehancuran dan kerusakan semakin cepat untuknya.
Jika kita ingin sukses maka semangat juang kita harus kita jaga untuk selalu menyala dan jangan sampai padam, sebuah air bahkan jangan sampai memadamkanya justru menjadi vitamin bagi kita untuk meraih apa yang kita harapkan.

Kedatanganya menjadi saksi dan bukti bagi kita bahwa sesuatu yang hebat itu tidak mudah untuk meraihnya, butuh banyak daya upaya yang di perlukan. Rintangan yang berat pun menjadi cerita di suatu saat nanti kita sukses bahwa rintangan adalah bumbu bumbu kesuksesan, apabila ia tak ada akan terasa hambar jika kesuksesan tanpa adanya rintangan. (JW)


*penulis adalah mahasiswa stai Attanwir program studi Bimbingan Konseling Islam.

09 Januari 2018

Pendidikan Yang Kurang Merata di Indonesia Memunculkan Banyak Masalah

    Selasa, Januari 09, 2018  
Oleh: Radicha Dwi Nur Fadillah

suarabojonegoro.com- "Pendidikan yang kurang merata di Indonesia memunculkan banyak masalah "
Saat ini di Indonesia masih banyak permasalahan sosial dimasyarakat yang tidak kunjung memiliki titik terang untuk menyelesaikan masalah yang ada. Apalagi dari dulu Indonesia telah di akui sebagai negara yang kaya (gemah, ripah dan lohjinawe) namun hal itu berbanding terbalik dengan kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih banyak kemiskinan dan kejahatan. Bahkan pelaku kejahatan tidak segan-segannya menciderai pemiliknya bahkan nyawa dapat menjadi taruhannya.

Pada dasarnya saat ini sudah banyak tindakan yang telah diambil oleh aparat pemerintah dan penegak hukum, namun masalah tersebut juga belum dapat terselesaikan. Mengapa demikian?? Hal ini dikarenakan belum ditemukannya akar masalah dari itu semua, jadi sulit bagi kita semua dapat memecahkan masalah tersebut.

Sesungguhnya akar masalah dari semua itu adalah masalah pendidikan yang ada di Indonesia sangat rendah. Karena pendidikan itu sangat penting bagi kita semua, karena pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia yang dapat merubah pola pikir manusia ke arah yang lebih baik lagi selain itu juga dapat membentuk kepribadian manusia yang beradab dan bermoral. Namun kenyataannya hal itu berbanding terbalik di Indonesia karena pendidikan saat ini masih belum sepenuhnya merata dan menyentuh masyarakat.

UNESCO telah menemukan bahwa indeks pengembangan manusia di indonesia pada tiap tahunnya mengalami penurunan, survei tersebut membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia cukup rendah dan bahkan Indonesia memiliki daya saing yang terbilang agak rendah dari negara lain. Hal ini lah yang membuat banyak permasalahan timbul dalam lingkungan sosial.

Akibat dari semua itu dapat kita rasakan sampai saat ini, namun banyak orang yang tidak mengetahui nya salah satunya maraknya pencurian, perampokan dan masih banyak lagi kejahatan yang lain. Rendahnya pendidikan mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang kurang baik yang dapat merugikan banyak orang. Jika saja pendidikan diindonesi dapat berlangsung dengan baik dan dapat menyentuh semua masyarakat yang ada dimanapun dan merata pasti mereka tidak akan melakukan perbuatan yang keji yang dapat merugikan orang banyak. Mereka akan lebih bijak dan lebih menggunakan pemikiran terlebih dahulu sebelum bertindak, memiliki kemampuan yang baik dan juga memiliki kepribadian yang bermoral yang semua itu mereka dapatkan dari sebuah proses pendidikan yang mereka jalani.

Dapat kita simpul kan dari itu semua yaitu mengenai pendidikan yang rendah dan kurang merata lah yang dapat menimbulkan banyak masalah,  oleh karena itu kita sebagai mahasiswa dan generasi muda penerus bangsa inilah saatnya kita membantu pemerintah untuk membangun, memperbaiki dan meningkatkan mutu kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Dengan pendidikan juga kita dapat menopang dan meningkatkan SDM menjadi lebih baik lagi, memiliki kemampuan yang memadai dan dapat bersaing lebih tinggi lagi dengan negara lain. (*)

*) Penulis adalah Mahasiswa Program Studi PPKN-1 IKIP PGRI Bojonegoro 


19 Desember 2017

Tes Perangkat Desa dan Semangat Putra Daerah

    Selasa, Desember 19, 2017  
Oleh: Wintari, S.Pd


suarabojonegoro.com"Demi Allah saya bersumpah.. "

Kalimat sakral yang dibacakan oleh Kepala Desa lalu ditirukan para perangkat desa itu membuka prosesi Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Perangkat Desa Sumberjo (16/12).

Desa yang terletak di kecamatan Margomulyo, kabupaten Bojonegoro tersebut melantik 6 perangkat desa baru yakni Sekretaris Desa, Kaur Pemerintahan, Kaur Kesejahteraan, Kaur Perencanaan, Kepala Dusun Singgih dan Kepala Dusun Kedungkrambil.

Proses pelantikan itu sendiri terlaksana setelah serangkaian seleksi mulai dari seleksi berkas hingga tes tulis sebagai bagian dari Seleksi Perangkat Desa yang serentak dilaksanakan se kabupaten Bojonegoro, Oktober lalu.

Dari proses seleksi hingga pelantikan perangkat desa tersebut, ada beberapa hal menarik yang patut menjadi catatan bersama.

Hal pertama adalah semaraknya seleksi perangkat desa dengan hadirnya para 'Putra Daerah' yakni para pemuda setempat yang antusias mengikuti proses seleksi.

Di desa Sumberjo misalnya. Dari 6 lowongan formasi perangkat desa yang dibuka ada 34 pendaftar yang mayoritas adalah pemuda dibawah usia 35 tahun. Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja para calon pun sangat beragam mulai dari SLTA hingga Sarjana. Mulai para guru hingga pekerja Swasta bahkan Pengusaha.

Gelombang keikutsertaan dan antusiasme para pemuda ini agaknya bisa dipandang sebagai bangkitnya rasa memiliki dan kepedulian para pemuda daerah atas kemajuan desa nya. Apalagi jika mengingat proses seleksi perangkat desa bisa dibilang tidak sederhana. Mulai dari persyaratan berkas yang tidak sedikit, diharuskannya kompetensi penguasaan IT yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian hingga tes tulis yang memadukan Tes Bakat Skolastik dan Pengetahuan Umum serta pengetahuan seputar tata kelola desa.

Sebuah proses yang cukup 'njelimet' apalagi dengan adanya proses live streaming saat pengoreksian jawaban sehingga hasil tes bisa disimak secara real time dari manapun.

Tes Perangkat Desa ini sendiri cukup menyita perhatian publik khususnya masyarakat Bojonegoro. Selain karena prosesnya yang transparan, berbagai isu money politic masih mewarnai rangkaian seleksi.

Berbagai celah kecurangan mulai dari indikasi calo pada bimbingan belajar untuk para calon peserta tes perangkat, adanya calo dari pihak panitia yang mampu meloloskan kandidat hingga adanya penarikan uang untuk biaya pelantikan perangkat desa kepada para calon yang terpilih.

Hal ini menjadi sangat krusial karena pihak Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) sejak awal menegaskan bahwa proses seleksi perangkat desa akan berlangsung transparan dan gratis. Kredibilitas proses seleksi pun menjadi perhatian masyarakat luas.

Pelaksanaan seleksi semakin diperkuat dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perangkat Desa. Peraturan ini selain memuat Ketentuan dan Pedoman Teknis Pengisian Perangkat Desa juga memberikan aturan jelas tentang pembiayaan seleksi hingga pelantikan perangkat desa yang tidak akan dibebankan pada calon terpilih.

Proses ini tentu bisa menjadi angin segar bagi pelaksanaan rekruitmen perangkat desa yang transparan, akuntabel dan kredibel sebagai ujung tombak upaya memajukan kabupaten Bojonegoro dimulai dari lingkup desa.

Hadirnya proses yang transparan juga antusiasme para putra daerah yang siap terjun langsung dalam upaya memajukan desa perlu disambut baik semua pihak. Ini tentu bisa menjadi momentum berakhirnya era lama dimana perangkat desa kerap diisi kerabat terdekat maupun orang-orang yang mendapat rekomendasi para perangkat terdahulu.

Proses pengisian Perangkat Desa kali ini juga memutus mata rantai politik uang dalam proses pergantian perangkat dalam bentuk apapun.

Untuk proses seleksi hingga pelantikan di desa Sumberjo, misalnya. Para calon baik pendaftar maupun calon terpilih tidak dikenakan biaya sama sekali baik untuk proses tes maupun pelantikan. Ini juga menepis adanya isu bahwa pihak desa akan menarik uang pelantikan kepada calon terpilih.

Bisa dibilang proses rekruitmen dan pelantikan perangkat benar-benar murni menjaring calon terbaik tanpa ada sedikitpun intervensi maupun praktek politik uang dalam prosesnya.

Proses seleksi yang transparan dan "0 Rupiah" serta terpilihnya para pemuda daerah, semoga mampu memberi dampak bagi peningkatan kualitas pemerintahan desa dan melahirkan inovasi-inovasi baru yang bermanfaat bagi masyarakat.

Yang tak kalah penting, semoga seluruh pihak memahami proses ini sebagai ikhtiar bersama untuk memajukan desa dan keterlibatan aktif para putra daerah. Bukan semata-mata ambisi akan posisi strategis di masyarakat maupun langkah untuk menghilangkan 'tradisi' dalam hal penyetoran uang untuk biaya pelantikan, kas desa dan sebagainya. Proses yang baik dan luar biasa bersih, semoga menjadi titik balik lahirnya pemerintahan desa yang semakin Matoh.

Semoga..



*) pengirim adalah Kaur Perencanaan Desa Sumberjo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro
© 2018 SeputarBojonegoro.comDesigned by Bloggertheme9